Oleh : Syaikh Muhammad At-Tamimi
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,
Puja dan puji syukur kehadirat Allah, telah diberikan keselamatan untuk selalu melaksanakan taubatan nasuha atas izin Allah subhanahu wa ta'ala. Dan selalu diberikan anugerah kehidupan agar terus menjadi lebih baik dalam beraqidah dan bertauhid kepada-Nya. Shalawat serta salam kepada tercurah kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Amma ba'du..
Seiring berjalannya waktu, sangat diharapkan ini bisa menjadikan bermanfaat atas semua yang ada didalamnya. Mampu memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun pembaca sekalian.
Artikel kali ini adalah pempublikasian sebuah karya yang sangat bermanfaat menurut saya pribadi dan diharap juga bermanfaat begi sahabat pembaca. Yaitu sebuah karya berjudul Dasar-dasar Memahami Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi. Semoga mampu memberikan manfaat. Amin. Inilah Dasar-dasar memahami Tauhid
Pendahuluan
Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Allah berfirman [artinya]:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyaat1:56)
Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci.
Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadatz (tidak suci).
Allah berfirman [artinya]:
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17)
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka,
Allah berfirman [artinya]:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An- Nisaa': 48)
Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya:
Kaidah Pertama
Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Kaidah Kedua
Mereka (musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka".
Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar" (Az-Zumar: 3)
Adapun dalil tentang syafa'at yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka berkata:"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak [pula] di bumi" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan [itu]." (Yuunus: 18)
Syafa'at itu ada 2 macam:
• Syafa'at munfiyah (yang ditolak)
• Syafa'at mutsbitah (yang diterima)
Syafa'at munfiyah adalah syafa'at yang dicari dari selain Allah. Sebab tidak seorangpun yang berkuasa dan berhak untuk memberikannya kecuali Allah,
Allah berfirman [artinya]:
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 254)
Adapun syafa'at mutsbitah adalah syafa'at yang dicari dari Allah. Pemberi syafa'at itu dimuliakan dengan syafa'at, sedangkan yang diberi hak untuk memberikan syafa'at adalah orang yang diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatannya setelah memperoleh izin- Nya. Allah berfirman [artinya]:"Siapakah yang mampu memberi syafa'at disamping Allah tanpa izin-Nya?" (Al-Baqarah:255).
Kaidah Ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kapada manusia tentang macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh manusia. Diantara mereka ada yang menyembah matahari dan bulan, diantara mereka ada pula yang menyembah orang- orang shaleh, para malaikat, para wali, pepohonan, dan bebatuan.
Mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah [artinya]:
"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik Allah semuanya." (Al-Baqarah:193)
Sedangkan dalil larangan beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Allah [artinya]:
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (Fushilat:37)
Dan dalil larangan beribadah kepada orang-orang shaleh adalah:
"Katakanlah:'Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya'. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat [kepada Allah] dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang [harus] ditakuti." (Al-Ishra:56-57)
Adapun dalil tentang larangan beribadah kepada para malaikat adalah:
"Dan [ingatlah] hari [yang di waktu itu] Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:"Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab:"Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa [untuk memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:"Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu". (Sabaa': 40-42)
Larangan beribadah kepada para Nabi dalilnya:
"Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:"Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:"Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah". 'Isa menjawab:"Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku [mengatakannya] yaitu:"Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Maidah:116-118)
Adapun dalil tentang larangan penyembahan terhadap pepohonan, bebatuan adalah hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata: " Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain. Kami adalah para pemuda yang telah mengenal bentuk-bentuk kesyirikan. Orang-orang musyrik mempunyai tempat duduk untuk beristirahat dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzatu Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara dan [sebagian] kami mengatakan: "Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka (musyrikin) miliki. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allahu Akbar, itu adalah assunnan (jalan), kamu kamu telah mengatakan -demi dzat yang menguasai diriku-sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab:"Patutkah aku mencari Ilah untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat." (Al-A'raf:138-140).
Kaidah Keempat
Sesungguhnya kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdo'a secara ikhlas kepada Allah ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.
Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya maupun ketika sedang senang, hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah], agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]." (Al-Ankabut: 65-66).
Sumber : Dasar-dasar Memahami Tauhid, Syaikh Muhammad At-Tamimi, hal. 1-6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar