Ayat 142-144, yaitu firman Allah ta'ala,
"Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus ". Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (al-Baqarah: 142-144)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Ishaq berkata, "Isma'il bin Khalid memberi tahu saya dari Abu Ishaq dari al-Barra', dia berkata, 'Dulu Rasulullah shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Ketika itu beliau sering melihat ke arah langit menanti-nanti perintah Allah. Maka, Allah ta'ala menurunkan firman-Nya,
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram...." (al-Baqarah: 144)
Lalu seorang muslim berkata, 'Kami ingin tahu tentang orang-orang muslim yang telah meninggal sebelum kiblat kita berubah dan bagaimana shalat kita ketika kita masih menghadap ke arah Baitul Maqdis?' Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'...Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu...." (al-Baqarah: 143)
Namun orang-orang yang akalnya kurang berkata, 'Apa yang membuat mereka meninggalkan kiblat mereka sebelumnya?' Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata....' , hingga akhir ayat."
Dan terdapat riwayat-riwayat lain yang sejenisnya.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Baraa', dia berkata, "Beberapa orang meninggal dan terbunuh sebelum arah kiblat diubah sehingga kami tidak tahu apa yang kami katakan tentang mereka."Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"....Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu...." (al-Baqarah: 143) (16)
________________________________________________________
16. HR Bukhari dalam Kitaabut Tafsiir , No. 4486 dan Muslim dalam Kitaabul Masaajid No. 525.
Senin, 22 Juli 2013
Minggu, 21 Juli 2013
Dasar-dasar Memahami Tauhid
Oleh : Syaikh Muhammad At-Tamimi
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,
Puja dan puji syukur kehadirat Allah, telah diberikan keselamatan untuk selalu melaksanakan taubatan nasuha atas izin Allah subhanahu wa ta'ala. Dan selalu diberikan anugerah kehidupan agar terus menjadi lebih baik dalam beraqidah dan bertauhid kepada-Nya. Shalawat serta salam kepada tercurah kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Amma ba'du..
Seiring berjalannya waktu, sangat diharapkan ini bisa menjadikan bermanfaat atas semua yang ada didalamnya. Mampu memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun pembaca sekalian.
Artikel kali ini adalah pempublikasian sebuah karya yang sangat bermanfaat menurut saya pribadi dan diharap juga bermanfaat begi sahabat pembaca. Yaitu sebuah karya berjudul Dasar-dasar Memahami Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi. Semoga mampu memberikan manfaat. Amin. Inilah Dasar-dasar memahami Tauhid
Pendahuluan
Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Allah berfirman [artinya]:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyaat1:56)
Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci.
Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadatz (tidak suci).
Allah berfirman [artinya]:
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17)
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka,
Allah berfirman [artinya]:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An- Nisaa': 48)
Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya:
Kaidah Pertama
Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Kaidah Kedua
Mereka (musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka".
Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar" (Az-Zumar: 3)
Adapun dalil tentang syafa'at yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka berkata:"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak [pula] di bumi" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan [itu]." (Yuunus: 18)
Syafa'at itu ada 2 macam:
• Syafa'at munfiyah (yang ditolak)
• Syafa'at mutsbitah (yang diterima)
Syafa'at munfiyah adalah syafa'at yang dicari dari selain Allah. Sebab tidak seorangpun yang berkuasa dan berhak untuk memberikannya kecuali Allah,
Allah berfirman [artinya]:
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 254)
Adapun syafa'at mutsbitah adalah syafa'at yang dicari dari Allah. Pemberi syafa'at itu dimuliakan dengan syafa'at, sedangkan yang diberi hak untuk memberikan syafa'at adalah orang yang diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatannya setelah memperoleh izin- Nya. Allah berfirman [artinya]:"Siapakah yang mampu memberi syafa'at disamping Allah tanpa izin-Nya?" (Al-Baqarah:255).
Kaidah Ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kapada manusia tentang macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh manusia. Diantara mereka ada yang menyembah matahari dan bulan, diantara mereka ada pula yang menyembah orang- orang shaleh, para malaikat, para wali, pepohonan, dan bebatuan.
Mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah [artinya]:
"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik Allah semuanya." (Al-Baqarah:193)
Sedangkan dalil larangan beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Allah [artinya]:
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (Fushilat:37)
Dan dalil larangan beribadah kepada orang-orang shaleh adalah:
"Katakanlah:'Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya'. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat [kepada Allah] dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang [harus] ditakuti." (Al-Ishra:56-57)
Adapun dalil tentang larangan beribadah kepada para malaikat adalah:
"Dan [ingatlah] hari [yang di waktu itu] Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:"Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab:"Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa [untuk memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:"Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu". (Sabaa': 40-42)
Larangan beribadah kepada para Nabi dalilnya:
"Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:"Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:"Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah". 'Isa menjawab:"Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku [mengatakannya] yaitu:"Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Maidah:116-118)
Adapun dalil tentang larangan penyembahan terhadap pepohonan, bebatuan adalah hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata: " Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain. Kami adalah para pemuda yang telah mengenal bentuk-bentuk kesyirikan. Orang-orang musyrik mempunyai tempat duduk untuk beristirahat dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzatu Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara dan [sebagian] kami mengatakan: "Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka (musyrikin) miliki. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allahu Akbar, itu adalah assunnan (jalan), kamu kamu telah mengatakan -demi dzat yang menguasai diriku-sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab:"Patutkah aku mencari Ilah untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat." (Al-A'raf:138-140).
Kaidah Keempat
Sesungguhnya kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdo'a secara ikhlas kepada Allah ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.
Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya maupun ketika sedang senang, hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah], agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]." (Al-Ankabut: 65-66).
Sumber : Dasar-dasar Memahami Tauhid, Syaikh Muhammad At-Tamimi, hal. 1-6.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,
Puja dan puji syukur kehadirat Allah, telah diberikan keselamatan untuk selalu melaksanakan taubatan nasuha atas izin Allah subhanahu wa ta'ala. Dan selalu diberikan anugerah kehidupan agar terus menjadi lebih baik dalam beraqidah dan bertauhid kepada-Nya. Shalawat serta salam kepada tercurah kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Amma ba'du..
Seiring berjalannya waktu, sangat diharapkan ini bisa menjadikan bermanfaat atas semua yang ada didalamnya. Mampu memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun pembaca sekalian.
Artikel kali ini adalah pempublikasian sebuah karya yang sangat bermanfaat menurut saya pribadi dan diharap juga bermanfaat begi sahabat pembaca. Yaitu sebuah karya berjudul Dasar-dasar Memahami Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi. Semoga mampu memberikan manfaat. Amin. Inilah Dasar-dasar memahami Tauhid
Pendahuluan
Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Allah berfirman [artinya]:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyaat1:56)
Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci.
Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadatz (tidak suci).
Allah berfirman [artinya]:
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17)
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka,
Allah berfirman [artinya]:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An- Nisaa': 48)
Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya:
Kaidah Pertama
Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)
Kaidah Kedua
Mereka (musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka".
Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar" (Az-Zumar: 3)
Adapun dalil tentang syafa'at yaitu firman Allah [artinya]:
"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka berkata:"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak [pula] di bumi" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan [itu]." (Yuunus: 18)
Syafa'at itu ada 2 macam:
• Syafa'at munfiyah (yang ditolak)
• Syafa'at mutsbitah (yang diterima)
Syafa'at munfiyah adalah syafa'at yang dicari dari selain Allah. Sebab tidak seorangpun yang berkuasa dan berhak untuk memberikannya kecuali Allah,
Allah berfirman [artinya]:
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." (Al-Baqarah: 254)
Adapun syafa'at mutsbitah adalah syafa'at yang dicari dari Allah. Pemberi syafa'at itu dimuliakan dengan syafa'at, sedangkan yang diberi hak untuk memberikan syafa'at adalah orang yang diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatannya setelah memperoleh izin- Nya. Allah berfirman [artinya]:"Siapakah yang mampu memberi syafa'at disamping Allah tanpa izin-Nya?" (Al-Baqarah:255).
Kaidah Ketiga
Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kapada manusia tentang macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh manusia. Diantara mereka ada yang menyembah matahari dan bulan, diantara mereka ada pula yang menyembah orang- orang shaleh, para malaikat, para wali, pepohonan, dan bebatuan.
Mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah [artinya]:
"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik Allah semuanya." (Al-Baqarah:193)
Sedangkan dalil larangan beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Allah [artinya]:
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (Fushilat:37)
Dan dalil larangan beribadah kepada orang-orang shaleh adalah:
"Katakanlah:'Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya'. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat [kepada Allah] dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang [harus] ditakuti." (Al-Ishra:56-57)
Adapun dalil tentang larangan beribadah kepada para malaikat adalah:
"Dan [ingatlah] hari [yang di waktu itu] Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:"Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab:"Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa [untuk memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:"Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu". (Sabaa': 40-42)
Larangan beribadah kepada para Nabi dalilnya:
"Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:"Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:"Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain Allah". 'Isa menjawab:"Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku [mengatakannya] yaitu:"Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Maidah:116-118)
Adapun dalil tentang larangan penyembahan terhadap pepohonan, bebatuan adalah hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata: " Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain. Kami adalah para pemuda yang telah mengenal bentuk-bentuk kesyirikan. Orang-orang musyrik mempunyai tempat duduk untuk beristirahat dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzatu Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara dan [sebagian] kami mengatakan: "Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka (musyrikin) miliki. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allahu Akbar, itu adalah assunnan (jalan), kamu kamu telah mengatakan -demi dzat yang menguasai diriku-sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab:"Patutkah aku mencari Ilah untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat." (Al-A'raf:138-140).
Kaidah Keempat
Sesungguhnya kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdo'a secara ikhlas kepada Allah ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.
Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya maupun ketika sedang senang, hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah], agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]." (Al-Ankabut: 65-66).
Sumber : Dasar-dasar Memahami Tauhid, Syaikh Muhammad At-Tamimi, hal. 1-6.
Sabtu, 20 Juli 2013
Fatwa Syaikh Albani Masalah Thaharah BAB : BUANG AlR / ISTINJA'
MASALAH THAHARAH | BAB : BUANG AlR / ISTINJA'
Masalah: Hukum menghadap kiblat ketika kencing dan buang air besar
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum menghadap al-Qamarain (matahari dan bulan) saat buang hajat
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum kencing dengan berdiri
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Apakah boleh Istijmar dengan batu kurang dari tiga buah?
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum berbicara di dalam wc
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum menghilangkan najis dengan batu dan air dari dua jalan (kemaluan dan anus)
Pendapat Syaikh al-Albani:
9 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Abu Daud juga meriwayatkannya dalam kitab shahihnya no. 1
10 Adapun hadits yang menjelaskan kebiasaan penduduk Qubaa' yang menggabungkan antara air dan batu yang kemudian turun ayat: ........... Sanadnya dhaif dan tidak dapat dijadikan dasar. Hadits ini didhaifkan oleh Imam Nawawi, Al-Hafidz dan yang lainya (asy-Syaikh al-Albani)
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Masalah: Hukum menghadap kiblat ketika kencing dan buang air besar
Pendapat Syaikh al-Albani:
([Diharamkan] menghadap kiblat atau membelakanginya saat kencing dan buang air besar, hal ini sebagai larangan secara umum tanpa mengecualikan apabila di padang pasir).adh-Dhaifah (11/359)
Masalah: Hukum menghadap al-Qamarain (matahari dan bulan) saat buang hajat
Pendapat Syaikh al-Albani:
([Yangbenar] diperbolehkan menghadap kepada keduanya atau membelakanginya saat buang hajat berdasarkan hadits: "janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya saat buang air besar atau kencing, tetapi menghadaplah kearah timur atau ke arah barat")9 adh-Dhaifah (11/'351)
Masalah: Hukum kencing dengan berdiri
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Yang benar adalah diperbolehkannya kencing dengan duduk atau berdiri. Yang penting terjaga dari percikannya. Maka cara mana saja yang dapat mencapai tujuan tersebut, itulah yang wajib dilakukan). ash-Shahihah (1/347)
Masalah: Apakah boleh Istijmar dengan batu kurang dari tiga buah?
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Hal tersebut tidak diperbolehkan walaupun dua batu tersebut menghasilkan kebersihan dari najis. Dia harus menggunakan tiga batu. Namun jika kebersihannya didapat pada batu yang keempat, maka menambahkannya adalah suatu kebaikan)adh-Dhaifah(III/100)
Masalah: Hukum berbicara di dalam wc
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Diperbolehkan berbicara di dalam wc, namun berbicara sambil melihat aurat (orang lain) adalah haram). ash-Shahihah (1/334)
Masalah: Hukum menghilangkan najis dengan batu dan air dari dua jalan (kemaluan dan anus)
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Menggabungkan air dan batu dalam beristinja' adalah tidak ada dalil dari Rasulullah saw. Saya takut pendapatyang membolehkan menggabung antara keduanya masuk pada perbuatan Ghuluu (berlebihan) dalam agama, sebab petunjuk Rasulullah saw adalah cukup dengan salah satu dari keduanya, "Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Rasulullah saw, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan")10 Tamaamul Minnah (hal.75)_____________________________
9 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Abu Daud juga meriwayatkannya dalam kitab shahihnya no. 1
10 Adapun hadits yang menjelaskan kebiasaan penduduk Qubaa' yang menggabungkan antara air dan batu yang kemudian turun ayat: ........... Sanadnya dhaif dan tidak dapat dijadikan dasar. Hadits ini didhaifkan oleh Imam Nawawi, Al-Hafidz dan yang lainya (asy-Syaikh al-Albani)
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Jumat, 19 Juli 2013
Tarawih 4 rakaat satu salam boleh atau tidak?
Pada dasarnya memang sholat sunnah di malam hari itu 2 rokaat dengan satu kali salam, dan bukan 4 rokaat dengan satu salam. Ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasul saw bersabda:
“sholat malam itu 2 (rokaat) 2 (rokaat), jika kalian takut akan datangnya subuh, maka sholatlah satu rokaat (witir) sebagai penutup” (Muttafaq ‘Alayh)
Salah satu hikmah sholat Tarawih itu dilaksanakan 2 rokaat 2 rokaat, karena sholat tarawih itu sholat malam yang dilakukan secara berjamaah. Akan lebih mudah dan lebih ringan buat para Jemaah setiap 2 rokaat ditutup dengan salam. Karena akan terasa berat kalau harus menunggu 4 rokaat untuk salam.
Untuk masalah sholat tarawih 4 rokaat dengan satu salam sekaligus, ini masalah yang ulama belum sepakat, artinya masih berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Tetapi Jumhur (mayoritas) Ulama membolehkan sholat dengan cara yang demikian.
YANG MEMBOLEHKAN
Para ulama yang membolehkan berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah, Istri Nabi saw. Beliau berkata:
“Nabi saw sholat 4 (rokaat) dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya (sholat tersebut), kemudian beliau sholat 4 (rokaat), dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya, kemudian beliau sholat 3 rokaat (witir)” (Muttafaq ‘Alayh)
Hadits ini menunjukkan atas kebolehan sholat malam 4 rokaat dengan satu salam, termasuk tarawih karena tarawih bagian dari sholat malam. Dan hadits ‘Aisyah ini jelas tanpa perlu ditafsirkan apa-apa lagi.
Sedangkan hadits Ibnu Umar yang mengatakan bahwa sholat malam itu 2 rokaat 2 rokaat, itu menunjukkan ke-afdholan-nya, bukan untuk kewajiban. Artinya sholat sunnah malam hari itu afdholnya 2 rokaat dengan satu salam tapi boleh dikerjakan dengan 4 rokaat satu salam. Karena sholat witir Nabi pun bervariasi. Beliau saw pernah sholat witir langsung 3 rokaat dengan satu salam, pernah juga 5 rokaat dan 7 rokaat sekaligus.
Kalau sholat sunnah malam itu harus 2 rokaat, pastilah Rasul memisahkan sholat witirnya 2 rokaat kemudian 1 rokaat, tapi tidak demikian, padahal witir juga termasuk sholat malam. ‘Aisyah berkata: “Nabi saw pernah sholat malam sebanyak 13 rokaat didalamnya witir dengan 5 rokaat. Dia tidak duduk dalam witir tersebut kecuali dirokaat terakhir, kemudian salam.” (HR. Muslim, Abu Daud)
YANG MELARANG
Ulama yang tidak membolehkan sholat tarawih dengan 4 rokaat satu salam berdalil dengan hadits Ibnu Umar yang telah diebutkan diatas tadi. Bahwa sholat malam itu 2 rokaat 2 rokaat. Dan juga beberapa hadits yang senada dengan hadits Ibnu Umar itu.
Adapun hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa Nabi saw sholat dengan 4 rokaat 4 rokaat kemudian ditutp dengan 3 rokaat witir, hadits ini menurut mereka ialah hadits yang masih umum.
Dan dikhususkan dengan hadits Ibnu Umar tersebut. Menurut mereka maksud 4 rokaat dalam hadits ‘Aisyah tersebut ialah Nabi sholat 2 rokaat satu salam begitu seterusnya, dan ketika sampai pada 4 rokaat beliau beristirahat. Bukan salam ketika setiap 4 rokaat.
--------------------------
Namun pendapat ini juga masih harus didiskusikan lagi. Karena kalau memang demikian kenapa sholat witir Nabi -sebagaimana banyak riwayat- itu beberapa kali dikerjakan dengan 3 rokaat sekali salam, tidak 2 rokaat kemudian salam. Bahkan 5 rokaat satu salam. Padahal sholat witir itu juga sholat malam, sebagaimana dijelaskan diatas tadi.
Wallahu A’lam.
----------------------------
Berikut apa kata ulama 4 mazhab tentang sholat tarawih 4 rokaat dengan satu salam:
Mazhab Hanafi:
Jika seseorang itu sholat tarawih seluruhnya dengan hanya 1 salam saja, dan duduk tasyahud disetiap 2 rokaat, maka sholatnya itu sah, karena ia telah memenuhi rukun dan syarat-syarat sholatnya. Karena (menurut mazhab hanafi) memperbaharui takbir-Ihrom disetiap 2 rokaat itu bukan syarat sholat, tetapi ini dimakruhkan karena tidak sesuai dengan apa yang diwariskan sejak dulu. (Bada’i Al-Shona’i 1/289, Rodd Al-Muhtar 1/474)
Mazhab Maliki:
Sholat tarawih disunnahkan untuk dikerjakan 2 rokaat dengan satu salam. Dan makruh hukumnya untuk mengakhirkan salam samapi rokaat ke empat. Yang lebih afdhol itu salam distiap 2 rokaat. (Hasyiyatu Al-‘Adwi 1/353)
Mazhab Syafi’i:
Jika seseorang melaksanakan sholat tarawih dengan 4 rokaat satu salam, sholatnya tidak sah. Batal kalau dia mengerjakan itu dengan sengaja dan tahu (bahwa itu tidak sah). Tetapi tidak mengapa jika itu sunnah mutlak dan bukan tarawih. Karena kalau tarawih dikerjakan dengan 4 rokaat itu menyerupai sholat Fardhu dalam hal kesamaannya untuk dilakukan secara berjamaah. (Nihayatul Muhtaj 2/123, Ansal-Matholib 1/201)
Mazhab Hambali:
Ulama Hambali banyak yang tidak membicarakan masalah ini dalam kitab-kitab mereka. Hanya saja ada sedikit dibicarakan oleh Al-Mardawi dalam kitabnya Al-Inshof: Sesungguhnya yang Afdhol dalam melaksanakan sholat sunnah di siang dan malam hari itu 2 rokaat satu salam. Dan kalau lebih dari 2 rokaat itu sah. Dan bahkan sampai 8 rokaat di malam hari dan 4 rokaat di siang hari, dan inilah (pendapat) mazhab (hambali). (Al-Inshof 2/132)
wallahu A'lam
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/art.php?id=90&=tarawih-4-rokaat-1-salam-boleh-atau-tidak.htm
“sholat malam itu 2 (rokaat) 2 (rokaat), jika kalian takut akan datangnya subuh, maka sholatlah satu rokaat (witir) sebagai penutup” (Muttafaq ‘Alayh)
Salah satu hikmah sholat Tarawih itu dilaksanakan 2 rokaat 2 rokaat, karena sholat tarawih itu sholat malam yang dilakukan secara berjamaah. Akan lebih mudah dan lebih ringan buat para Jemaah setiap 2 rokaat ditutup dengan salam. Karena akan terasa berat kalau harus menunggu 4 rokaat untuk salam.
Untuk masalah sholat tarawih 4 rokaat dengan satu salam sekaligus, ini masalah yang ulama belum sepakat, artinya masih berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Tetapi Jumhur (mayoritas) Ulama membolehkan sholat dengan cara yang demikian.
YANG MEMBOLEHKAN
Para ulama yang membolehkan berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah, Istri Nabi saw. Beliau berkata:
“Nabi saw sholat 4 (rokaat) dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya (sholat tersebut), kemudian beliau sholat 4 (rokaat), dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya, kemudian beliau sholat 3 rokaat (witir)” (Muttafaq ‘Alayh)
Hadits ini menunjukkan atas kebolehan sholat malam 4 rokaat dengan satu salam, termasuk tarawih karena tarawih bagian dari sholat malam. Dan hadits ‘Aisyah ini jelas tanpa perlu ditafsirkan apa-apa lagi.
Sedangkan hadits Ibnu Umar yang mengatakan bahwa sholat malam itu 2 rokaat 2 rokaat, itu menunjukkan ke-afdholan-nya, bukan untuk kewajiban. Artinya sholat sunnah malam hari itu afdholnya 2 rokaat dengan satu salam tapi boleh dikerjakan dengan 4 rokaat satu salam. Karena sholat witir Nabi pun bervariasi. Beliau saw pernah sholat witir langsung 3 rokaat dengan satu salam, pernah juga 5 rokaat dan 7 rokaat sekaligus.
Kalau sholat sunnah malam itu harus 2 rokaat, pastilah Rasul memisahkan sholat witirnya 2 rokaat kemudian 1 rokaat, tapi tidak demikian, padahal witir juga termasuk sholat malam. ‘Aisyah berkata: “Nabi saw pernah sholat malam sebanyak 13 rokaat didalamnya witir dengan 5 rokaat. Dia tidak duduk dalam witir tersebut kecuali dirokaat terakhir, kemudian salam.” (HR. Muslim, Abu Daud)
YANG MELARANG
Ulama yang tidak membolehkan sholat tarawih dengan 4 rokaat satu salam berdalil dengan hadits Ibnu Umar yang telah diebutkan diatas tadi. Bahwa sholat malam itu 2 rokaat 2 rokaat. Dan juga beberapa hadits yang senada dengan hadits Ibnu Umar itu.
Adapun hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa Nabi saw sholat dengan 4 rokaat 4 rokaat kemudian ditutp dengan 3 rokaat witir, hadits ini menurut mereka ialah hadits yang masih umum.
Dan dikhususkan dengan hadits Ibnu Umar tersebut. Menurut mereka maksud 4 rokaat dalam hadits ‘Aisyah tersebut ialah Nabi sholat 2 rokaat satu salam begitu seterusnya, dan ketika sampai pada 4 rokaat beliau beristirahat. Bukan salam ketika setiap 4 rokaat.
--------------------------
Namun pendapat ini juga masih harus didiskusikan lagi. Karena kalau memang demikian kenapa sholat witir Nabi -sebagaimana banyak riwayat- itu beberapa kali dikerjakan dengan 3 rokaat sekali salam, tidak 2 rokaat kemudian salam. Bahkan 5 rokaat satu salam. Padahal sholat witir itu juga sholat malam, sebagaimana dijelaskan diatas tadi.
Wallahu A’lam.
----------------------------
Berikut apa kata ulama 4 mazhab tentang sholat tarawih 4 rokaat dengan satu salam:
Mazhab Hanafi:
Jika seseorang itu sholat tarawih seluruhnya dengan hanya 1 salam saja, dan duduk tasyahud disetiap 2 rokaat, maka sholatnya itu sah, karena ia telah memenuhi rukun dan syarat-syarat sholatnya. Karena (menurut mazhab hanafi) memperbaharui takbir-Ihrom disetiap 2 rokaat itu bukan syarat sholat, tetapi ini dimakruhkan karena tidak sesuai dengan apa yang diwariskan sejak dulu. (Bada’i Al-Shona’i 1/289, Rodd Al-Muhtar 1/474)
Mazhab Maliki:
Sholat tarawih disunnahkan untuk dikerjakan 2 rokaat dengan satu salam. Dan makruh hukumnya untuk mengakhirkan salam samapi rokaat ke empat. Yang lebih afdhol itu salam distiap 2 rokaat. (Hasyiyatu Al-‘Adwi 1/353)
Mazhab Syafi’i:
Jika seseorang melaksanakan sholat tarawih dengan 4 rokaat satu salam, sholatnya tidak sah. Batal kalau dia mengerjakan itu dengan sengaja dan tahu (bahwa itu tidak sah). Tetapi tidak mengapa jika itu sunnah mutlak dan bukan tarawih. Karena kalau tarawih dikerjakan dengan 4 rokaat itu menyerupai sholat Fardhu dalam hal kesamaannya untuk dilakukan secara berjamaah. (Nihayatul Muhtaj 2/123, Ansal-Matholib 1/201)
Mazhab Hambali:
Ulama Hambali banyak yang tidak membicarakan masalah ini dalam kitab-kitab mereka. Hanya saja ada sedikit dibicarakan oleh Al-Mardawi dalam kitabnya Al-Inshof: Sesungguhnya yang Afdhol dalam melaksanakan sholat sunnah di siang dan malam hari itu 2 rokaat satu salam. Dan kalau lebih dari 2 rokaat itu sah. Dan bahkan sampai 8 rokaat di malam hari dan 4 rokaat di siang hari, dan inilah (pendapat) mazhab (hambali). (Al-Inshof 2/132)
wallahu A'lam
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/art.php?id=90&=tarawih-4-rokaat-1-salam-boleh-atau-tidak.htm
Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 130 dan 135
Ayat 130, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh." (al-Baqarah: 130)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Uyainah berkata, "Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Salam mengajak kedua keponakannya, Salamah dan Muhajir, untuk masuk Islam. Dia berkata kepada keduanya, 'Telah kalian berdua ketahui bahwa Allah berfirman di dalam Taurat, 'Sesungguhnya Aku akan mengutus seorang Nabi yang bernama Ahmad dari keturunan Isma'il. Barangsiapa beriman kepadanya, maka dia mendapatkan petunjuk dan berada dalam kebenaran. Dan barangsiapa tidak beriman kepadanya, maka dia akan terlaknat.'" Maka Salamah pun masuk Islam, namun Muhajir, saudaranya tidak mengikuti jejaknya. Lalu turunlah firman Allah ta'ala di atas.
____________________________
Ayat 135, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah : "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik." (al-Baqarah: 135)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ibnu Shuriya berkata kepada Nabi saw. 'Petunjuk itu hanyalah apa yang kami ikuti. Oleh karena itu ikutilah kami wahai Muhammad agar engkau juga mendapatkan petunjuk.' Orang-orang Nasrani juga mengatakan hal yang serupa. Maka Allah menurunkan firman-Nya untuk mereka,
'Dan mereka berkata, 'Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk'....'"
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh." (al-Baqarah: 130)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Uyainah berkata, "Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Salam mengajak kedua keponakannya, Salamah dan Muhajir, untuk masuk Islam. Dia berkata kepada keduanya, 'Telah kalian berdua ketahui bahwa Allah berfirman di dalam Taurat, 'Sesungguhnya Aku akan mengutus seorang Nabi yang bernama Ahmad dari keturunan Isma'il. Barangsiapa beriman kepadanya, maka dia mendapatkan petunjuk dan berada dalam kebenaran. Dan barangsiapa tidak beriman kepadanya, maka dia akan terlaknat.'" Maka Salamah pun masuk Islam, namun Muhajir, saudaranya tidak mengikuti jejaknya. Lalu turunlah firman Allah ta'ala di atas.
____________________________
Ayat 135, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah : "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik." (al-Baqarah: 135)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ibnu Shuriya berkata kepada Nabi saw. 'Petunjuk itu hanyalah apa yang kami ikuti. Oleh karena itu ikutilah kami wahai Muhammad agar engkau juga mendapatkan petunjuk.' Orang-orang Nasrani juga mengatakan hal yang serupa. Maka Allah menurunkan firman-Nya untuk mereka,
'Dan mereka berkata, 'Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk'....'"
Selasa, 16 Juli 2013
Fatwa Syaikh Albani Masalah Thaharah BAB : BEJANA
MASALAH THAHARAH | BAB : BEJANA
Masalah: Hukum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum menggunakan bejananya orang kafir.
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Syariat menutup bejana
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: sucinya kulit bangkai dengan disamak
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah: Hukum sucinya khamer
Pendapat Syaikh al-Albani:
7 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
8 HR. Muslim dalam Musykilatu al-Atsar.
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Masalah: Hukum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum
Pendapat Syaikh al-Albani:
Diharamkan menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum, dan diperbolehkan menggunakan bejana yang ada rantainya yang terbuat dari perak karena suatu keperluan berdasarkan nash, atau yang terbuat dari emas berdasarkan qiyas. ats-Tsamaru al-Mustathab (1/7)
Masalah: Hukum menggunakan bejananya orang kafir.
Pendapat Syaikh al-Albani:
Diperbolehkan menggunakan bejananya orang kafir; berdasarkan sebuah riwayat yang shahih dari Nabi saw, bahwa Rasulullah saw pernah wudhu dari mazadah (tempat air) seorang wanita musyrik7 Tetapi, jika diyakini mereka memakan daging babi dan terangterangan memakannya, maka tidak boleh menggunakan bejana mereka, kecuali tidak ada selainnya. Namun harus dicuci terlebih dahulu. ats-Tsamaru al-Mustathab (1/8)
Masalah: Syariat menutup bejana
Pendapat Syaikh al-Albani:
Disunnahkan menutup bejana: "tutuplah bejana" dalam sebuah riwayat ditambahkan: "Sebutlah nama Allah ketika meminumnya. Tutuplah bejana walau dengan menyilangkan ranting di atasnya, dan talilah geriba air kalian. Sesungguhnya dalam setahun itu ada satu malam dimana wabah turun di malam itu. Tidaklah wabah tersebut melewati bejana yang tidak ada tutupnya atau geriba yang tidak diikat kecuali akan turun di dalamnya."8 ats-Tsamaru al-Mustathab (1/7)
Masalah: sucinya kulit bangkai dengan disamak
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Para ulama berbeda pendapat apakah samak dapat mensucikan atau tidak? Jumhur ulama berpendapat, bahwa kulit yang disamak menjadi suci. Dan yang benar adalah pendapat: bahwa kulit yang belum disamak dilarang untuk dipergunakan, dan apabila sudah disamak maka sudah menjadi suci. Dan untuk lebih jelasnya silahkan menelaah kitab 'Nailul Authar' dan yang lainnya) Shahihah (VI/742/Bagian kedua)
Masalah: Hukum sucinya khamer
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Imam Nawawi dalam kitab 'al-Majmu' (1/88) dan yang lainya dari kalangan mutaakhirin baik dari ulama Baghdad atau Qauruwan, mereka semuanya berpendapat, bahwa khamer adalah suci, adapun yang diharamkan adalah meminumnya, sebagaimana tercantum dalam tafsir al-Qurthubi (6/88) dan inilah pendapat yang rajih. Tamamul Minnah (hal.55)_____________________________
7 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
8 HR. Muslim dalam Musykilatu al-Atsar.
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Antara Dokter Dan Kiai
Oleh : Abdul Rahman, (sumber : http://tunasilmu.com/antara-dokter-dan-kiai/)
Alhamdulillâhi wahdah, wash shalalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh.
Ada apa dengan kiai dan dokter? Ada masalah apa antara keduanya? Ndak ada apa-apa koq! Hanya saja dalam kesempatan kali ini kita ingin menyoroti persamaan antara dua profesi tersebut dan perbedaannya.
Persamaannya: baik kiai maupun dokter, sama-sama bertugas untuk menjaga kesehatan manusia dan mengobati penyakit mereka. Kiai menjaga kesehatan rohani dan mengobati penyakit-penyakit hati, sedangkan dokter, tugasnya menjaga kesehatan jasmani serta mengobati penyakit-penyakit fisik.
Kedua profesi tersebut sama-sama penting dan dibutuhkan manusia. Mengabaikan salah satunya akan merugikan insan.
Sekedar contoh: orang yang sehat rohaninya namun sakit gigi, dia akan terganggu manakala membaca al-Qur’an. Sebaliknya orang yang sehat jasmaninya namun sakit hatinya, dia akan tidak merasa berdosa untuk berkorupsi ria.
Itu salah satu persamaannya, lantas apa perbedaan antara kiai dan dokter? Jika dicermati, tentu akan banyak ditemukan sisi perbedaannya, namun yang akan kita singgung di sini adalah perbedaan masyarakat dalam menilai dan menyikapi keduanya.
1. Banyak masyarakat cenderung selektif dalam memilih dokter, namun tidak sebaliknya manakala mereka mencari kiai.
Itu akan terlihat jelas manakala orang mau berobat, seringkali dia akan begitu berhati-hati dalam memilah dan memilih dokter, bahkan dalam yang satu spesialisasi sekalipun! Namun tidak demikian manakala mereka mengaji dan bertanya dalam ilmu agama. Banyak di antara mereka cenderung asal-asalan dalam memilih narasumber, senemunya! Padahal jika dalam dunia medis dikenal mal praktek, dalam ranah keulamaan pun juga dikenal adanya kiai palsu. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam sudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut,
2. Realita berkata bahwa banyak di antara kita yang tidak sadar manakala menderita sakit rohani. Kebalikannya manakala terjangkiti penyakit fisik, kita akan segera berfikir dan terbebani untuk lekas membebaskan diri darinya, dengan beragam cara yang bisa ditempuh.
Contoh nyatanya: tatkala terjangkiti penyakit pelit, sombong, hasad dan yang semisal, kebanyakan kita akan tenang-tenang saja, seakan tidak ada apa-apa. Namun manakala divonis dokter sebagai penderita
kanker stadium tinggi misalnya, maka akan kalang kabut, seakan kiamat telah tiba. Padahal kesengsaraan sejati adalah kesengsaraan di akherat yang itu bersumber dari penyakit rohani. Adapun kesengsaraan di dunia tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
Padahal itu hanyalah satu celupan, bagaimana dengan kekekalan di dalamnya?!
Alhamdulillâhi wahdah, wash shalalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh.
Ada apa dengan kiai dan dokter? Ada masalah apa antara keduanya? Ndak ada apa-apa koq! Hanya saja dalam kesempatan kali ini kita ingin menyoroti persamaan antara dua profesi tersebut dan perbedaannya.
Persamaannya: baik kiai maupun dokter, sama-sama bertugas untuk menjaga kesehatan manusia dan mengobati penyakit mereka. Kiai menjaga kesehatan rohani dan mengobati penyakit-penyakit hati, sedangkan dokter, tugasnya menjaga kesehatan jasmani serta mengobati penyakit-penyakit fisik.
Kedua profesi tersebut sama-sama penting dan dibutuhkan manusia. Mengabaikan salah satunya akan merugikan insan.
Sekedar contoh: orang yang sehat rohaninya namun sakit gigi, dia akan terganggu manakala membaca al-Qur’an. Sebaliknya orang yang sehat jasmaninya namun sakit hatinya, dia akan tidak merasa berdosa untuk berkorupsi ria.
Itu salah satu persamaannya, lantas apa perbedaan antara kiai dan dokter? Jika dicermati, tentu akan banyak ditemukan sisi perbedaannya, namun yang akan kita singgung di sini adalah perbedaan masyarakat dalam menilai dan menyikapi keduanya.
1. Banyak masyarakat cenderung selektif dalam memilih dokter, namun tidak sebaliknya manakala mereka mencari kiai.
Itu akan terlihat jelas manakala orang mau berobat, seringkali dia akan begitu berhati-hati dalam memilah dan memilih dokter, bahkan dalam yang satu spesialisasi sekalipun! Namun tidak demikian manakala mereka mengaji dan bertanya dalam ilmu agama. Banyak di antara mereka cenderung asal-asalan dalam memilih narasumber, senemunya! Padahal jika dalam dunia medis dikenal mal praktek, dalam ranah keulamaan pun juga dikenal adanya kiai palsu. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam sudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut,
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan”.(HR. Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, dengan redaksi Bukhari).
2. Realita berkata bahwa banyak di antara kita yang tidak sadar manakala menderita sakit rohani. Kebalikannya manakala terjangkiti penyakit fisik, kita akan segera berfikir dan terbebani untuk lekas membebaskan diri darinya, dengan beragam cara yang bisa ditempuh.
Contoh nyatanya: tatkala terjangkiti penyakit pelit, sombong, hasad dan yang semisal, kebanyakan kita akan tenang-tenang saja, seakan tidak ada apa-apa. Namun manakala divonis dokter sebagai penderita
kanker stadium tinggi misalnya, maka akan kalang kabut, seakan kiamat telah tiba. Padahal kesengsaraan sejati adalah kesengsaraan di akherat yang itu bersumber dari penyakit rohani. Adapun kesengsaraan di dunia tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Di hari kiamat kelak akan didatangkan calon penghuni neraka yang dahulunya ketika di dunia hidup paling senang. Lalu dicelupkan ke dalam neraka sekali, kemudian ditanya, “Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan keindahan dan kenikmatan duniawi?”. “Tidak demi Allah, wahai Rabbi” jawabnya. Lalu didatangkan calon penghuni surga yang dahulu di dunia hidupnya paling sengsara. Kemudian dicelupkan ke dalam surga sekali, dan ditanya, “Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan kemiskinan dan mengalami kesengsaraan?”. “Tidak demi Allah wahai Rabbi, aku tidak pernah merasakan kemiskinan ataupun mengalami kesengsaraan”.(HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu).
Padahal itu hanyalah satu celupan, bagaimana dengan kekekalan di dalamnya?!
Senin, 15 Juli 2013
Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 120 Dan 125
Ayat 120, yaitu firman Allah ta'ala,
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (al-Baqarah: 120)
Sebab Turunnya Ayat
Ats-Tsa'labi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Dulu orang-orang Yahudi Madinah dan orang-orang Nasrani Najran berharap agar Rasulullah shalat menghadap ke arah kiblat mereka. Ketika Allah mengubah kiblat ke arah Ka'bah, mereka pun tidak suka dan putus asa untuk membuat beliau mengikuti agama mereka. Maka turunlah firman Allah ta'ala ,
'Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu....'"
____________________________
Ayat 125, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud." (al-Baqarah: 125)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Umar, dia berkata, "Secara tidak sengaja, tiga hal yang saya katakan sesuai dengan firman Allah.
[Pertama], ketika saya berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, coba kita jadikan tempat berdiri Nabi Ibrahim sebagai tempat shalat.' Maka turunlah firman Allah,
'Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
[Kedua], ketika saya berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya yang mendatangi para istrimu ada orang yang baik dan ada juga yang jahat. Coba seandainya engkau perintahkan mereka untuk memakai hijab.' Maka turunlah ayat hijab.
[Ketiga], pada suatu ketika para istri Rasulullah melampiaskan rasa cemburu mereka kepada beliau. Maka saya katakan pada mereka, 'Bisa-bisa Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.' Maka, turunlah firman Allah dalam hal ini." (15)
Riwayat di atas mempunyai jalan periwayatan yang banyak, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Jabir, dia berkata, "Ketika Nabi saw. melakukan tawaf, Umar berkata kepada beliau, 'Apakah ini tempat berdiri ayah kami, Ibrahim?' Beliau menjawab, 'Ya'. Umar kembali bertanya, 'Mengapa tidak kita jadikan tempat shalat?' Maka Allah menurunkan firman-
Nya,
'Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat.'" (al-Baqarah: 125)
Kedua, Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari jalur Amr bin Maimun dari Umar ibnul-Khaththab bahwa dia berdiri di tempat berdirinya Nabi Ibrahim, lalu dia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bukankah kita sedang berdiri di tempat berdirinya Kekasih Tuhan kita?" Rasulullah menjawab, "Benar." Maka Umar bertanya lagi, "Mengapa tidak kita jadikan tempat untuk shalat?" Lalu tidak lama dari itu turnlah firman Allah,
"Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
Secara zhahir dari riwayat ini dan yang sebelumnya bahwa ayat tersebut turun pada haji wada'.
________________________________________________________
15. HR Bukhari dalam Kitaabush Shalat, No. 402, Muslim dalam Kitabu Fadhaa'ilish Shahaabah, No. 2399.
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (al-Baqarah: 120)
Sebab Turunnya Ayat
Ats-Tsa'labi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Dulu orang-orang Yahudi Madinah dan orang-orang Nasrani Najran berharap agar Rasulullah shalat menghadap ke arah kiblat mereka. Ketika Allah mengubah kiblat ke arah Ka'bah, mereka pun tidak suka dan putus asa untuk membuat beliau mengikuti agama mereka. Maka turunlah firman Allah ta'ala ,
'Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu....'"
____________________________
Ayat 125, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud." (al-Baqarah: 125)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Umar, dia berkata, "Secara tidak sengaja, tiga hal yang saya katakan sesuai dengan firman Allah.
[Pertama], ketika saya berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, coba kita jadikan tempat berdiri Nabi Ibrahim sebagai tempat shalat.' Maka turunlah firman Allah,
'Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
[Kedua], ketika saya berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya yang mendatangi para istrimu ada orang yang baik dan ada juga yang jahat. Coba seandainya engkau perintahkan mereka untuk memakai hijab.' Maka turunlah ayat hijab.
[Ketiga], pada suatu ketika para istri Rasulullah melampiaskan rasa cemburu mereka kepada beliau. Maka saya katakan pada mereka, 'Bisa-bisa Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.' Maka, turunlah firman Allah dalam hal ini." (15)
Riwayat di atas mempunyai jalan periwayatan yang banyak, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Jabir, dia berkata, "Ketika Nabi saw. melakukan tawaf, Umar berkata kepada beliau, 'Apakah ini tempat berdiri ayah kami, Ibrahim?' Beliau menjawab, 'Ya'. Umar kembali bertanya, 'Mengapa tidak kita jadikan tempat shalat?' Maka Allah menurunkan firman-
Nya,
'Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat.'" (al-Baqarah: 125)
Kedua, Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari jalur Amr bin Maimun dari Umar ibnul-Khaththab bahwa dia berdiri di tempat berdirinya Nabi Ibrahim, lalu dia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bukankah kita sedang berdiri di tempat berdirinya Kekasih Tuhan kita?" Rasulullah menjawab, "Benar." Maka Umar bertanya lagi, "Mengapa tidak kita jadikan tempat untuk shalat?" Lalu tidak lama dari itu turnlah firman Allah,
"Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat." (al-Baqarah: 125)
Secara zhahir dari riwayat ini dan yang sebelumnya bahwa ayat tersebut turun pada haji wada'.
________________________________________________________
15. HR Bukhari dalam Kitaabush Shalat, No. 402, Muslim dalam Kitabu Fadhaa'ilish Shahaabah, No. 2399.
Minggu, 14 Juli 2013
PENTINGNYA MUHAASABAH BAGI SETIAP MUSLIM
Setiap muslim haruslah ber-muhaasabah kepada Allah atas kesalahan yang sudah dilakukan, agar terhindar dari keburukan diri dan mampu mengendalikan diri.
Allah berfirman,
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan, "Ayat ini menunjukkan kewajiban melakukan introspeksi diri (muhaasabah)." (Ighaatsah al-Lahfaan min Mashaayid asy-Syaithaan, Ibnu Qayyim al-Jauziyah I/84)
Dalam tafsirnya imam ibn katsir menulis, "Maksud ayat ini adalah, introspeksilah diri kalian, sebelum kalian diperhitungkan. perhatikan apa yang telah kalian persiapan bagi diri kalian, berupa amal-amal saleh untuk hari kiamat dan bekalmu untuk menghadap tuhanmu. dan ketahuilah, bahwa dia maha mengetahui semua perbuatan dan keadaanmu, tidak satupun yang dapat tersembunyi darinya." (Tafsir al-qur'aan, ibn katsir, IV/356-3356)
Sumber : Tazkiyatun Nafs
Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya kepada Allah. Sungguh, Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan, "Ayat ini menunjukkan kewajiban melakukan introspeksi diri (muhaasabah)." (Ighaatsah al-Lahfaan min Mashaayid asy-Syaithaan, Ibnu Qayyim al-Jauziyah I/84)
Dalam tafsirnya imam ibn katsir menulis, "Maksud ayat ini adalah, introspeksilah diri kalian, sebelum kalian diperhitungkan. perhatikan apa yang telah kalian persiapan bagi diri kalian, berupa amal-amal saleh untuk hari kiamat dan bekalmu untuk menghadap tuhanmu. dan ketahuilah, bahwa dia maha mengetahui semua perbuatan dan keadaanmu, tidak satupun yang dapat tersembunyi darinya." (Tafsir al-qur'aan, ibn katsir, IV/356-3356)
Sumber : Tazkiyatun Nafs
Fatwa Syaikh Albani Masalah Thaharah BAB : AIR
MASALAH THAHARAH | BAB : AIR
Masalah : Air Laut
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah : Air Musta'mal (air yang terpakai)
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah : Air yang terkena najis
Pendapat Syaikh al-Albani:
Rasulullah bersabda : "Buanglah tikus itu dan keju yang ada sekitarnya." al-Hafidz berdalil dengan hadits ini dalam salah satu riwayat dari Ahmad : Bahwasanya benda air apabila terkena najis tidak menjadikannya najis kecuali berubah sifatnya. Dan ini pendapatyang dipilih oleh Bukhari). al-Sisilahadh-Dhaifah (IV/42)
Masalah : Sucinya darah kecuali darah haid
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah : Hukum sucinya mani
Pendapat Syaikh al-Albani:
Masalah : mensucikan tanah dari najis
Pendapat Syaikh al-Albani:
5 Hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya rasulullah pemah mandi dengan air sisanya Maimunah. (HR Muslim 1-257).
6 Terdapat dalam haditsnya ibnu Abbas yang diriwayatkan dari Nabi secara marfu', bahwasanya mani kedudukannya sama dengan ingus dan ludah. Dibawakan oleh Daruquthni.
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Masalah : Air Laut
Pendapat Syaikh al-Albani:
[Yang benar], bahwa air laut adalah suci. ats-Tsamaru al-Mustathab (1/5)
Masalah : Air Musta'mal (air yang terpakai)
Pendapat Syaikh al-Albani:
[Air musta'mal adalah suci, dan Rasulullah saw pernah mandi dengan sisa airnya Maimunah].5ats-Tsamaru al-Mustathab (1/5)
Masalah : Air yang terkena najis
Pendapat Syaikh al-Albani:
(al-Hafidz mengatakan dalam penjelasan hadits Maimunah ra, bahwa Rasulullah saw ditanya tentang tikus yang jatuh di mentega?
Rasulullah bersabda : "Buanglah tikus itu dan keju yang ada sekitarnya." al-Hafidz berdalil dengan hadits ini dalam salah satu riwayat dari Ahmad : Bahwasanya benda air apabila terkena najis tidak menjadikannya najis kecuali berubah sifatnya. Dan ini pendapatyang dipilih oleh Bukhari). al-Sisilahadh-Dhaifah (IV/42)
Masalah : Sucinya darah kecuali darah haid
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Secara umum yang kami ketahui, bahwa tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya darah dari semua jenisnya, kecuali darah haid. Anggapan, bahwa ada kesepakatan atas najisnya darah adalah tertolak. Sedangkan asal dari darah itu suci. Dan hukum ini tidak dapat diganti kecuali dengan dalil yang shahih yang bisa digunakan mengganti hukum asal. Apabila tidak ada dalil, maka hukum kembali kepada asal sesuatu. Dan ini sebuah kewajiban. Wallahua'lam.al-Sisilah ash-Shahihah (1/610 bagian kedua)
Masalah : Hukum sucinya mani
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Hukum mani adalah suci dan ini adalah yang paling benar. Cukuplah kita berpendapat apa yang dijelaskan Ibnu Abbas ra. bahwasanya mani itu kedudukannya seperti ludah dan ingus.6 al-Sisilah adh-Dhaifah (11/362)
Masalah : mensucikan tanah dari najis
Pendapat Syaikh al-Albani:
(Cara mensucikan tanah dari najis yaitu, dengan menyiramkan air di atasnya, sebagaimana dalam hadits al-A'rabi, atau dengan matahari dan angin. Hal ini jika tidak terlihat bekas najisnya. ats-Tsamaru al-Mustathab (1/6)_____________________________
5 Hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya rasulullah pemah mandi dengan air sisanya Maimunah. (HR Muslim 1-257).
6 Terdapat dalam haditsnya ibnu Abbas yang diriwayatkan dari Nabi secara marfu', bahwasanya mani kedudukannya sama dengan ingus dan ludah. Dibawakan oleh Daruquthni.
:::ENSIKLOPEDI FATWA SYAIKH AL-ALBANI:::
Sabtu, 13 Juli 2013
PANDANGAN TERHADAP HAID (menstruasi pada wanita)
Haid atau menstruasi yang di alami oleh seorang wanita, mungkin masih ada yang beranggapan bahwa seorang wanita tersebut "menjadi tidak suci" ketika masa haid tersebut. atau dengan kata lain seorang wanita menjadi kotor di karenakan haid (menstruasi).
Disini akan dijelaskan secara singkat perihal tersebut. Perlu diketahui fitrah manusia, terkhusus mukmin adalah suci sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Maka dengan ini kita sebagai seorang muslim tidak ada kenajisan pada diri kita, baik laki-laki pun wanita. Walaupun seorang wanita sedang mengalami haid (menstruasi). Hal tersebut tidak sama sekali menjadikan wanita tidak suci atau kotor karena yang Najis itu adalah Darah yang Keluar selama Haid sebagaimana Firman Allah :
Adapun pelarangan seorang wanita untuk shalat dan puasa, bukan menunjukan dan menjadikan bahwa wanita yang sedang mengalaminya juga tidak suci atau najis atau kotor. Perlu diketahui sebagai tambahan ilmu kita.
Mengapa Allah Melarang Wanita Haid Untuk shalat dan Berpuasa Perlu Diketahui
Setiap yang Allah perintahkan atau larang pasti terdapat hikmah atasnya. Jika Allah mengharamkan sesuatu pasti terdapat keburukan di dalamnya, jika Allah menghalalkan sesuatu pasti ada kebaikan di dalamnya untuk kelangsungan hidup manusia di bumi ini.
Sejumlah studi medis moderen membuktikan bahwa gerak badan dan olah raga seperti shalat sangat berbahaya bagi wanita haid. Sebab wanita yang sedang shalat, ketika sujud dan ruku akan meningkatkan peredaran darah ke rahim. Sel-sel rahim dan indung telur seperti sel-sel limpa yang menyedot banyak darah.
wanita yang haid, jika menunaikan shalat akan kehilangan darah secara terus menurus dalam kurun waktu 3-7 hari. Lamanya tergantung siklus Haid masing- masing, dan banyaknya darah yang keluar berkisar antara 34 mili litern menyebabkan banyak darah mengalir ke rahimnya dan Kehilangan darah yang terus menerus juga mengakibatkan perempuan lebih gampang lelah, memiliki kadar emosi yang
naik turun, serta rentan terkena anemia karena melalui darah yang keluar tersebut ia kehilangan mineral zat besi yang sangat penting bagi tubuh.. Kadar yang sama pada cairan lainnya. Jika wanita haid menunaikan shalat, zat imunitasnya di tubuhnya akan hancur. Sebab sel darah putih berperan sebagai imun akan hilang melalui darah haid.
Jika seorang wanita shalat saat haid, maka ia akan kehilangan darah dalam jumlah banyak. Ini berarti akan kehilangan sel darah putih. Jika ini terjadi maka seluruh organ tubuhnya seperti limpa dan otak akan terserang penyakit.
Mungkin inilah hikmah besar di balik larangan syariat agar wanita haid untuk shalat hingga ia suci.
Al-Quran dengan sangat cermat menyebut
Lalu Mengapa Wanita juga Dilarang Berpuasa
Wanita tidak dianjurkan untuk Berpuasa dikarenakan Untuk Menjaga Asupan Gizi makanan yang ada didalam tubuhnya dan Kesehatan fisiknya disebabkan karena Kehilangan Banyak Darah yang keluar membuatnya Gampang Lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia Para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Agar darah dan logam (magnesium, zat besi) dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma.
Selama masa Haid ini, seorang perempuan seharusnya lebih memperhatikan asupan gizi dan kondisi kesehatan fisiknya. Seperti makan makanan kaya zat besi (contohnya bayam, daging-dagingan, dan ati ampela), makanan tinggi protein (contohnya telur dan ikan), makanan tinggi serat (sayur berdaun dan buah-buahan), dan sumber vitamin C yang membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi tertentu, perempuan juga dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah yang kaya akan zat besi untuk membantu proses pembentukan darah dan mencegah anemia.
Nah, bisa dibayangkan kalau saja perempuan yang sedang Haid masih diwajibkan berpuasa, bakal banyak perempuan yang K.O dan menderita anemia kronis karena sepanjang hdupnya ia harus berpuasa disaat seharusnya ia membutuhkan asupan nutrisi dan zat besi yang cukup untuk kesehatan tubuhnya.
Inilah hikmah besar, kenapa ketika haid wanita dilarang melakukan puasa. Sungguh sempurna syariat Islam, ini salah satu dari kebesaran Allah, kenapa wanita haid dilarang melaksanakan shalat Dan Puasa Wanita Haid jangan Bersedih. Allah akan Mengganjarnya dengan Pahala Nabi Muhammad SAW Bersabda
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, Sabda Nabi Muhammad SAW Bersabda
Jadi Para wanita , Allah melarang mu Shalat dan Berpuasa bukan mendriskiminasi atau Merendahkan kaum Wanita. tapi ada maksud yang Baik untuk Dirimu. maka syukurilah setiap nikmat Allah apapun bentuknya. Tidak bisa menjalankan puasa karena lagi dapet pun merupakan salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang Tuhan lho.
Sumber : artikel muslimsays.com
Disini akan dijelaskan secara singkat perihal tersebut. Perlu diketahui fitrah manusia, terkhusus mukmin adalah suci sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Sesungguhnya mukmin itu tidak najis.” (HR. Al-Bukhari no. 283 dan Muslim no. 371)
Maka dengan ini kita sebagai seorang muslim tidak ada kenajisan pada diri kita, baik laki-laki pun wanita. Walaupun seorang wanita sedang mengalami haid (menstruasi). Hal tersebut tidak sama sekali menjadikan wanita tidak suci atau kotor karena yang Najis itu adalah Darah yang Keluar selama Haid sebagaimana Firman Allah :
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”.... (Al-Baqarah: 222)
Adapun pelarangan seorang wanita untuk shalat dan puasa, bukan menunjukan dan menjadikan bahwa wanita yang sedang mengalaminya juga tidak suci atau najis atau kotor. Perlu diketahui sebagai tambahan ilmu kita.
Mengapa Allah Melarang Wanita Haid Untuk shalat dan Berpuasa Perlu Diketahui
Setiap yang Allah perintahkan atau larang pasti terdapat hikmah atasnya. Jika Allah mengharamkan sesuatu pasti terdapat keburukan di dalamnya, jika Allah menghalalkan sesuatu pasti ada kebaikan di dalamnya untuk kelangsungan hidup manusia di bumi ini.
“Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al-A’raaf: 157)
Sejumlah studi medis moderen membuktikan bahwa gerak badan dan olah raga seperti shalat sangat berbahaya bagi wanita haid. Sebab wanita yang sedang shalat, ketika sujud dan ruku akan meningkatkan peredaran darah ke rahim. Sel-sel rahim dan indung telur seperti sel-sel limpa yang menyedot banyak darah.
wanita yang haid, jika menunaikan shalat akan kehilangan darah secara terus menurus dalam kurun waktu 3-7 hari. Lamanya tergantung siklus Haid masing- masing, dan banyaknya darah yang keluar berkisar antara 34 mili litern menyebabkan banyak darah mengalir ke rahimnya dan Kehilangan darah yang terus menerus juga mengakibatkan perempuan lebih gampang lelah, memiliki kadar emosi yang
naik turun, serta rentan terkena anemia karena melalui darah yang keluar tersebut ia kehilangan mineral zat besi yang sangat penting bagi tubuh.. Kadar yang sama pada cairan lainnya. Jika wanita haid menunaikan shalat, zat imunitasnya di tubuhnya akan hancur. Sebab sel darah putih berperan sebagai imun akan hilang melalui darah haid.
Jika seorang wanita shalat saat haid, maka ia akan kehilangan darah dalam jumlah banyak. Ini berarti akan kehilangan sel darah putih. Jika ini terjadi maka seluruh organ tubuhnya seperti limpa dan otak akan terserang penyakit.
Mungkin inilah hikmah besar di balik larangan syariat agar wanita haid untuk shalat hingga ia suci.
Al-Quran dengan sangat cermat menyebut
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (Al-Baqarah: 222)
Lalu Mengapa Wanita juga Dilarang Berpuasa
Wanita tidak dianjurkan untuk Berpuasa dikarenakan Untuk Menjaga Asupan Gizi makanan yang ada didalam tubuhnya dan Kesehatan fisiknya disebabkan karena Kehilangan Banyak Darah yang keluar membuatnya Gampang Lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia Para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Agar darah dan logam (magnesium, zat besi) dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma.
Selama masa Haid ini, seorang perempuan seharusnya lebih memperhatikan asupan gizi dan kondisi kesehatan fisiknya. Seperti makan makanan kaya zat besi (contohnya bayam, daging-dagingan, dan ati ampela), makanan tinggi protein (contohnya telur dan ikan), makanan tinggi serat (sayur berdaun dan buah-buahan), dan sumber vitamin C yang membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi tertentu, perempuan juga dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah yang kaya akan zat besi untuk membantu proses pembentukan darah dan mencegah anemia.
Nah, bisa dibayangkan kalau saja perempuan yang sedang Haid masih diwajibkan berpuasa, bakal banyak perempuan yang K.O dan menderita anemia kronis karena sepanjang hdupnya ia harus berpuasa disaat seharusnya ia membutuhkan asupan nutrisi dan zat besi yang cukup untuk kesehatan tubuhnya.
Inilah hikmah besar, kenapa ketika haid wanita dilarang melakukan puasa. Sungguh sempurna syariat Islam, ini salah satu dari kebesaran Allah, kenapa wanita haid dilarang melaksanakan shalat Dan Puasa Wanita Haid jangan Bersedih. Allah akan Mengganjarnya dengan Pahala Nabi Muhammad SAW Bersabda
“Apabila seorang hamba mengalami sakit atau safar (sehingga meninggalkan amalan sunah) maka dia tetap dicatat mendapatkan pahala sebagaimana amalan yang dia lakukan ketika mukim (tidak safar) atau ketika sehat.” (HR. Bukhari 2996).
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, Sabda Nabi Muhammad SAW Bersabda
“Dia tetap dicatat mendapatkan pahala sebagaimana amalan yang dia lakukan ketika mukim dan sehat”
Jadi Para wanita , Allah melarang mu Shalat dan Berpuasa bukan mendriskiminasi atau Merendahkan kaum Wanita. tapi ada maksud yang Baik untuk Dirimu. maka syukurilah setiap nikmat Allah apapun bentuknya. Tidak bisa menjalankan puasa karena lagi dapet pun merupakan salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang Tuhan lho.
Sumber : artikel muslimsays.com
Jumat, 12 Juli 2013
Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 113,.114, 115, 118, dan 119
Ayat 113, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama- sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-.orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya." (al-Baqarah: 113)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ketika orang-orang Nasrani dan Najran mendatangi Rasulullah, para pendeta Yahudi mendatangi mereka dan mereka pun berdebat. Rabi' bin Huraimalah berkata, 'Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.' Dan dia mengingkari kenabian Isa dan kebenaran Injil. Lalu salah seorang dari orang-orang Nasrani Najran itu berkata, 'Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.' Lalu dia pun mengingkari kenabian Musa dan kebenaran Taurat. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan orang Yahudi berkata, 'Orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),' dan orang-orang Nasrani (juga) berkata, 'Orang-orang Yahudi tidak memiliki suatu (pegangan),'....'"
____________________________
Ayat 114, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat." (al-Baqarah: 114)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy melarang Rasulullah shalat di Ka'bah. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya,..."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ibnu Zaid, dia berkata, "Ayat di atas turun pada orang-orang musyrik ketika mereka melarang Rasulullah datang ke Mekah pada masa Hudaibiyyah."
____________________________
Ayat 115, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah . Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 115)
Sebab Turunnya Ayat
Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, "Dulu Nabi saw. shalat sunnah di atas unta beliau ke mana pun arah unta itu. Pada suatu ketika beliau datang dari Mekah ke Madinah." Lalu Ibnu Umar membaca firman Allah, "Dan milik Allah timur dan barat...." Dan, dia mengatakan bahwa ayat ini turun pada masalah tersebut.
Al-Hakim meriwayatkan juga dari Ibnu Umar, dia berkata, "Ayat, '....Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...," maksudnya engkau boleh shalat sunnah ke mana pun arah unta yang engkau tunggangi." Dan dia berkata, "Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim." (13)
Ini adalah riwayat yang sanadnya paling shahih tentang sebab turunnya ayat di atas. Sejumlah ulama pun telah menguatkannya. Akan tetapi, tidak ada penjelasan yang sharih bahwa itu adalah sebab turunnya ayat di atas. Namun, dia berkata, "Ayat di atas turun pada masalah ini." Dan telah disebutkan sebelumnya tentang lafazh ini, juga telah disebutkan dengan jelas tentang
sebab turunnya ayat ini.
Oleh karena itu, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi pun merasa senang. Dan Rasulullah menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat dalam beberapa belas bulan, padahal beliau senang dengan kiblat Nabi Ibrahim a.s.. Oleh karena itulah, beliau sering berdoa dengan melihat ke arah langit, lalu turunlah firman-Nya
"...Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram...." (al-Baqarah: 114)
Maka orang-orang Yahudi pun meragukan perubahan kiblat itu. Mereka berkata, "Apa yang membuat mereka berpaling dari kiblat mereka yang dulu?" Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah...." (al-Baqarah: 115)
Dan Allah berfirman,
"...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...."
Isnad hadits ini adalah kuat. Maknanya juga menopangnya, maka ia pun dijadikan sandaran. Terdapat sejumlah riwayat lain yang lemah tentang sebab turun ayat di atas.
Pertama , at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Daruquthni meriwayatkan dari jalur Asy'ats as-Saman, dari Ashim bin Abdillah bin Amir bin Rabi'ah dari ayahnya, dia berkata,
"Pada suatu malam, kami bersama Nabi saw. dalam sebuah perjalanan yang gelap dan kami tidak tahu arah kiblat. Maka masing-masing dari kami shalat dengan menghadap ke arah depannya. Ketika pagi tiba kami menceritakan hal itu kepada Rasulullah, maka turunlah firman Allah,
'...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...."" (14)
At-Tirmidzi berkata, "Riwayat ini gharib. Dan, Asy'ats dilemahkan dalam hadits."
Kedua, ad-Daruquthni dan Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari jalur al-Arzami dari Atha' dari Jabir, dia berkata,
"Pada suatu ketika Rasulullah mengutus satu pasukan dan saya termasuk di dalamnya. Lalu kami terjebak dalam kegelapan sehingga kami tidak tahu arah kiblat.
Maka beberapa orang di antara kami berkata, 'Kita sudah tahu arah kiblat, yaitu ke arah utara dari sini.' Lalu mereka pun melakukan shalat dan membuat garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Namun sebagian yang lain berkata, "Arah kiblat dari sini adalah ke arah selatan.' Maka mereka pun melakukan shalat dan membuat garis-garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Ketika pagi tiba dan matahari menyinari bumi, tampak bahwa garis- garis yang kami buat tidak mengarah ke arah kiblat. Maka ketika kami kembali dari perjalanan kami, kami bertanya kepada Nabi saw., namun beliau tidak langsung menjawab. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan milik Allah timur dan barat....'"
Ketiga, Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika Rasulullah mengutus satu pasukan. Ketika dalam perjalanan, kabut membuat sekeliling mereka menjadi gelap sehingga mereka tidak mengetahui arah kiblat. Lalu mereka melakukan shalat. Setelah matahari terbit, mereka baru tahu bahwa shalat mereka tidak menghadap ke arah kiblat. Setelah kembali, mereka menghadap Rasulullah dan memberitahukan hal itu kepada beliau. Maka Allah menurunkan ayat,
"Dan milik Allh timur dan barat...."
Keempat, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah bahwa Nabi saw. bersabda,
"Sesungguhnya seorang saudara kalian -yang bilau maksud adalah Najasyi- telah meninggal dunia, maka shalatilah dia." Maka mereka berkata, "Kami menshalati orang yang bukan muslim?" Maka turunlah firman Alalh ta'ala,
"Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah,..." (Ali Imran: 199)
Lalu mereka berkata lagi, "Sesungguhnya ketika masih hidup, dia tidak shalat menghadap arah kiblat." Maka turunlah firman Allah,
"Dan milik Allah timur dan barat...."
Riwayat terakhir ini sangat gharib dan mursal atau mu'dhal .
Kelima, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, "Ketika turun firman Allah,
'...Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu...." (al-Mu'min: 60)
Mereka berkata, 'Ke arah mana?' Maka turunlah.firman Allah, ...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah....'"
____________________________
Ayat 118, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati.mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." (al-Baqarah: 118)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rafi' bin Huraimalah berkata kepada Rasulullah, 'Jika benar engkau adalah seorang utusan dari Allah sebagaimana yang engkau katakan, maka sampaikanlah kepada Allah agar Dia berbicara kepada kami hingga kami mendengar kata-kata-Nya.' Maka turunlah firman Allah,
'Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata....'"
____________________________
Ayat 119, yaitu firman Allah ta'ala,
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka." (al-Baqarah: 119)
Sebab Turunnya Ayat
Abdurrazaq berkata, "Ats-Tsauri memberi tahu kami dari Musa bin Ubaidah dari Muhammad bin Ka'ab al-Qarzhi bahwa Rasulullah bersabda, 'Duhai apakah yang terjadi dengan kedua orang tuaku?' Maka turunlah firman Allah,
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka." (al-Baqarah: 119)
Allah tidak pernah menyebutkan tentang kedua orang tuanya hingga beliau meninggal dunia." Hadits ini adalah mursal.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari jalur Ibnu Juraij, dia berkata, "Dawud bin Abi Ashim memberi tahu saya bahwa pada suatu hari Nabi saw. berkata, 'Di manakah kedua orang tua saya?' Maka turunlah ayat 119 surah al-Baqarah." Riwayat ini juga mursal.
____________________________
13. HR Muslim dalam Kitab Shalaatul Musaafiriin.(700), at-Tirmidzi di dalam Kitaabut-Tafsiir (1/221) dan an-Nasa'i dalam Kitaabush Shalat (490)
14. HR at-Tirmidzi dalam Kitaabus Shalat, No..315 dan Ibnu Majah dalam Kitab Iqaamatish Shalat was Sunnah fiha, No. 1010.
"Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama- sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-.orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya." (al-Baqarah: 113)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ketika orang-orang Nasrani dan Najran mendatangi Rasulullah, para pendeta Yahudi mendatangi mereka dan mereka pun berdebat. Rabi' bin Huraimalah berkata, 'Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.' Dan dia mengingkari kenabian Isa dan kebenaran Injil. Lalu salah seorang dari orang-orang Nasrani Najran itu berkata, 'Kalian tidak mempunyai landasan apa-apa.' Lalu dia pun mengingkari kenabian Musa dan kebenaran Taurat. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan orang Yahudi berkata, 'Orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),' dan orang-orang Nasrani (juga) berkata, 'Orang-orang Yahudi tidak memiliki suatu (pegangan),'....'"
____________________________
Ayat 114, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat." (al-Baqarah: 114)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Quraisy melarang Rasulullah shalat di Ka'bah. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya,..."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Ibnu Zaid, dia berkata, "Ayat di atas turun pada orang-orang musyrik ketika mereka melarang Rasulullah datang ke Mekah pada masa Hudaibiyyah."
____________________________
Ayat 115, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah . Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 115)
Sebab Turunnya Ayat
Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, "Dulu Nabi saw. shalat sunnah di atas unta beliau ke mana pun arah unta itu. Pada suatu ketika beliau datang dari Mekah ke Madinah." Lalu Ibnu Umar membaca firman Allah, "Dan milik Allah timur dan barat...." Dan, dia mengatakan bahwa ayat ini turun pada masalah tersebut.
Al-Hakim meriwayatkan juga dari Ibnu Umar, dia berkata, "Ayat, '....Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...," maksudnya engkau boleh shalat sunnah ke mana pun arah unta yang engkau tunggangi." Dan dia berkata, "Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim." (13)
Ini adalah riwayat yang sanadnya paling shahih tentang sebab turunnya ayat di atas. Sejumlah ulama pun telah menguatkannya. Akan tetapi, tidak ada penjelasan yang sharih bahwa itu adalah sebab turunnya ayat di atas. Namun, dia berkata, "Ayat di atas turun pada masalah ini." Dan telah disebutkan sebelumnya tentang lafazh ini, juga telah disebutkan dengan jelas tentang
sebab turunnya ayat ini.
Oleh karena itu, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi pun merasa senang. Dan Rasulullah menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat dalam beberapa belas bulan, padahal beliau senang dengan kiblat Nabi Ibrahim a.s.. Oleh karena itulah, beliau sering berdoa dengan melihat ke arah langit, lalu turunlah firman-Nya
"...Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram...." (al-Baqarah: 114)
Maka orang-orang Yahudi pun meragukan perubahan kiblat itu. Mereka berkata, "Apa yang membuat mereka berpaling dari kiblat mereka yang dulu?" Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah...." (al-Baqarah: 115)
Dan Allah berfirman,
"...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...."
Isnad hadits ini adalah kuat. Maknanya juga menopangnya, maka ia pun dijadikan sandaran. Terdapat sejumlah riwayat lain yang lemah tentang sebab turun ayat di atas.
Pertama , at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Daruquthni meriwayatkan dari jalur Asy'ats as-Saman, dari Ashim bin Abdillah bin Amir bin Rabi'ah dari ayahnya, dia berkata,
"Pada suatu malam, kami bersama Nabi saw. dalam sebuah perjalanan yang gelap dan kami tidak tahu arah kiblat. Maka masing-masing dari kami shalat dengan menghadap ke arah depannya. Ketika pagi tiba kami menceritakan hal itu kepada Rasulullah, maka turunlah firman Allah,
'...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah...."" (14)
At-Tirmidzi berkata, "Riwayat ini gharib. Dan, Asy'ats dilemahkan dalam hadits."
Kedua, ad-Daruquthni dan Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari jalur al-Arzami dari Atha' dari Jabir, dia berkata,
"Pada suatu ketika Rasulullah mengutus satu pasukan dan saya termasuk di dalamnya. Lalu kami terjebak dalam kegelapan sehingga kami tidak tahu arah kiblat.
Maka beberapa orang di antara kami berkata, 'Kita sudah tahu arah kiblat, yaitu ke arah utara dari sini.' Lalu mereka pun melakukan shalat dan membuat garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Namun sebagian yang lain berkata, "Arah kiblat dari sini adalah ke arah selatan.' Maka mereka pun melakukan shalat dan membuat garis-garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Ketika pagi tiba dan matahari menyinari bumi, tampak bahwa garis- garis yang kami buat tidak mengarah ke arah kiblat. Maka ketika kami kembali dari perjalanan kami, kami bertanya kepada Nabi saw., namun beliau tidak langsung menjawab. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan milik Allah timur dan barat....'"
Ketiga, Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika Rasulullah mengutus satu pasukan. Ketika dalam perjalanan, kabut membuat sekeliling mereka menjadi gelap sehingga mereka tidak mengetahui arah kiblat. Lalu mereka melakukan shalat. Setelah matahari terbit, mereka baru tahu bahwa shalat mereka tidak menghadap ke arah kiblat. Setelah kembali, mereka menghadap Rasulullah dan memberitahukan hal itu kepada beliau. Maka Allah menurunkan ayat,
"Dan milik Allh timur dan barat...."
Keempat, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah bahwa Nabi saw. bersabda,
"Sesungguhnya seorang saudara kalian -yang bilau maksud adalah Najasyi- telah meninggal dunia, maka shalatilah dia." Maka mereka berkata, "Kami menshalati orang yang bukan muslim?" Maka turunlah firman Alalh ta'ala,
"Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah,..." (Ali Imran: 199)
Lalu mereka berkata lagi, "Sesungguhnya ketika masih hidup, dia tidak shalat menghadap arah kiblat." Maka turunlah firman Allah,
"Dan milik Allah timur dan barat...."
Riwayat terakhir ini sangat gharib dan mursal atau mu'dhal .
Kelima, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, "Ketika turun firman Allah,
'...Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu...." (al-Mu'min: 60)
Mereka berkata, 'Ke arah mana?' Maka turunlah.firman Allah, ...Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah....'"
____________________________
Ayat 118, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati.mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." (al-Baqarah: 118)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rafi' bin Huraimalah berkata kepada Rasulullah, 'Jika benar engkau adalah seorang utusan dari Allah sebagaimana yang engkau katakan, maka sampaikanlah kepada Allah agar Dia berbicara kepada kami hingga kami mendengar kata-kata-Nya.' Maka turunlah firman Allah,
'Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata....'"
____________________________
Ayat 119, yaitu firman Allah ta'ala,
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka." (al-Baqarah: 119)
Sebab Turunnya Ayat
Abdurrazaq berkata, "Ats-Tsauri memberi tahu kami dari Musa bin Ubaidah dari Muhammad bin Ka'ab al-Qarzhi bahwa Rasulullah bersabda, 'Duhai apakah yang terjadi dengan kedua orang tuaku?' Maka turunlah firman Allah,
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka." (al-Baqarah: 119)
Allah tidak pernah menyebutkan tentang kedua orang tuanya hingga beliau meninggal dunia." Hadits ini adalah mursal.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari jalur Ibnu Juraij, dia berkata, "Dawud bin Abi Ashim memberi tahu saya bahwa pada suatu hari Nabi saw. berkata, 'Di manakah kedua orang tua saya?' Maka turunlah ayat 119 surah al-Baqarah." Riwayat ini juga mursal.
____________________________
13. HR Muslim dalam Kitab Shalaatul Musaafiriin.(700), at-Tirmidzi di dalam Kitaabut-Tafsiir (1/221) dan an-Nasa'i dalam Kitaabush Shalat (490)
14. HR at-Tirmidzi dalam Kitaabus Shalat, No..315 dan Ibnu Majah dalam Kitab Iqaamatish Shalat was Sunnah fiha, No. 1010.
Rabu, 10 Juli 2013
I’tikaf
Kata i'tikaf berasal dari 'akafa alaihi' , artinya senantiasa atau berkemauan kuat untuk menetapi sesuatu atau setia kepada sesuatu.
Secara harfiah kata i'tikaf berarti tinggal di suatu tempat, sedangkan syar'iyah kata i'tikaf berarti tinggal di masjid untuk beberapa hari, teristimewa sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sesuai sunnah Nabi.
Selama hari-hari itu, seorang yang melakukan i'tikaf ( mu'takif ) mengasingkan diri dari segala urusan duniawi dan menggantinya dengan kesibukan ibadat dan zikir kepada Allah dengan sepenuh hati. Dengan i'tikaf seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita berserah diri kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, dan bersimpuh di hadapan pintu anugerah dan rahmat-Nya.
Semoga Artikel singkat ini bermanfaat.
Pengaruh Bacaan Al-Quran terhadap Fisiologi dan Psikologi Manusia
Oleh : Abd Rozzaq
"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat". (QS 7: 204).
Al-Quran diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk umat manusia sampai akhir zaman. Fungsi Al-Qur'an antara lain sebagai petunjuk (hudan), sumber informasi/penjelasan (bayan), pembeda antara yang benar dan yang salah (al-furqan), penyembuh (syifa'), rahmat, dan nasehat/petuah (mau'idzah).
Salah satu manfaat Alquran adalah sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan Dr. Ahmad al-Qadhi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and Research yang berpusat di Amerika Serikat sekaligus konsultan ahli sebuah klinik di Panama City, Florida. Ia meneliti pengaruh Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Penelitian dilakukan dalam 2 tahapan.
Tahap pertama, bertujuan untuk meneliti kemungkinan adanya pengaruh Al-Qur'an pada fungsi organ tubuh sekaligus mengukur intensitasnya jika memang ada.
Tahap kedua, diarahkan untuk mengetahui apakah efek yang ditimbulkan benar-benar karena Alquran atau bukan.
Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan mesin pengukur dan terpai stres yang berbasis komputer, model MEDAQ 2002 (medical data quotient) yang ditemukan dan dikembangkan Pusat Kedokteran Universitas Boston. Alat ini mampu mengukur reaksi yang menunjukkan tingkat stres dengan 2 cara:
(1) melakukan pemeriksaan fisik secara langsung melalui komputer, dan
(2) memonitor serta mengukur perubahan-perubahan fifiiologis pada tubuh.
Eksperimen dilakukan sebanya 210 kali dengan melibatkan responden laki-laki dan perempuan usia antara 18-40 tahun. Semua responden nonmuslim dan tidak bisa berbahasa Arab. Mereka diminta mendengarkan bacaan Alquran dengan bahasa Arab dengan kaidah tajwid 85 kali. Mereka juga diminta mendengarkan bacaan berbahasa Arab yang bukan Al-Qur'an sebanyak 85 kali juga. Bacaan-bacaan berbahasa Arab non Al-Quran ini dilantukan dengan kaidah tajwid layaknya Alquran sehingga memiliki kemiripan dengan AlQuran dari aspek lafal, intonasi suara, dan ketukan di indera pendengaran. Bacaan bahasa Arab non Al-Quran digunakan sebagai placebo, artinya responden tidak dapat membedakan antara
bacaan Al-Quran dan non Al-Quran.
Hasil eksperimen menunjukkan, bacaan Al-Quran menimbulkan efek relaksasi hingga 65%. Sedangkan bacaan berbahasa Aran non Al-Quran hanya mencapai 33%. Hasil ini juga menunjukkan, Alquran memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stres) pada pengukuran kualitatif maupun kuantitatif.
Pengaruh ini tampak dalam bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada arus listrik di otot, juga perubahan pada daya tangkap di kulit terhadap konduksi listrik, perubahan sirkulasi darah, serta perubahan pada detak jantung, kadar darah yang mengalir pada kulit yang semuanya saling terkait dan paralel dengan perubahan-perubahan pada aspek lain.
Semua perubahan ini menunjukkan adanya perubahan fungsi dan kinerja sistem syaraf otonom yang lebih lanjut berpengaruh pada organ-organ tubuh yang lain serta fungsi-fungsinya. Karena itu ditemukan adanya kemungkinan-kemungkinan tidak terbatas pada pengaruh-pengaruh fisiologis yang bisa dihasilkan Al-Quran.
Dalam penelitian lain, Kazemi dkk melakukan penelitian yang mirip terhadap 107 mahasiswa keperawatan Rafsanjan University of Medical Sciences dengan metode kuasi eksperimental. Mereka dibagi ke dalam 2 grup, grup kontrol dan case group. Skor Kesehatan Mental diukur pada kedua grup dengan 12 item kuisioner. Case group mendengarkan Alquran masing-masing selama 15 menit, 3 kali seminggu selama 4 minggu berturut-turut, yang diperdengarkan dengan tape recorder.
Seminggu setelah intervensi selesai, skor kesehatan mental diukur kembali pada kedua grup. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan, dengan mendengarkan Al-Quran dapat dijadikan cara untuk meningkatkan kesehatan mental mahasiswa.
Betapa luar biasany Alquran, sistem tubuh ternyata memberikan respon positif terhadap bacaan Al-Qur'an meskipun si empunya tubuh tidak memahami artinya. Apatah lagi kalau yang membaca atau mendengarkan memahami makna bacaannya. Pasti efeknya lebih dahsyat lagi. Dengan kita membaca Al-Quran setiap hari, pasti banyak kebaikan yang kita dapat.
Sumber: Al-Qur'an The Healing Book dalam Artikel Study Al-Qur'an Online — http://www.study-quran.com/2013/03/pengaruh-bacaan-al-quran-terhadap.html?m=1
RAHASIA SHALAT SUBUH
Rahasia Sholat Subuh
Oleh : Dr. dr. Barita Sitompul SpJP
Setiap pagi kalau kita tinggal didekat mesjid maka akan terbangun mendengar adzan subuh, yang menyuruh kita untuk melaksanakan shalat subuh. Bagi mereka yang beriman segera saja melemparkan selimut dan segera wudhu dan shalat baik di rumah masing-masing atau ke mushalla atau masjid terdekat dengan berjalan kaki.
Mungkin menjadi pertanyaan mengapa Tuhan memerintahkan kita bangun pagi dan shalat subuh?
Berbagai jawaban dari semua disiplin ilmu tentunya akan banyak dijumpai dan membedah serta memberikan jawaban akan manfaat shalat subuh itu. Dibawah akan diulas sedikit mengani manfaat shalat subuh, instruksi Allah sejak 1400 tahun yang lalu.
Dalam adzan subuh juga akan terdengar kalimat lain dibandingkan dengan kalimat-kalimat yang dikumandangkan muazin untuk waktu-waktu shalat selanjutnya. Kalimat yang terdengar berbeda dan tidak ada pada azan di lain waktu adalah “ash shalatu khairun minan naum”.
Arti kalimat itu adalah shalat itu lebih baik dari pada tidur. Pernahkah kita mencoba sedikit saja menghayati kalimat ”ash shalatu khairun minan naum”?
Mengapa kalimat itu justru dikumandangkan hanya pada shalat subuh, tatkala kita semua sedang terlelap, dan bukan pada adzan untuk shalat lain.
Sangat mudah bagi kita semua mengatakan bahwa shalat subuh memang baik karena menuruti perintah Allah SWT, Tuhan semesta Alam, Apapun perintah-Nya pasti bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tetapi disisi mana manfaat itu? Apa supaya waktu banyak untuk mencari rezeki, tidak ketinggalan kereta atau bus karena macet?
Pada waktu dulukan belum ada desak-desakan seperti sekarang semua masih lancar, untuk itu tinjauan dari sisi kesehatan kardiovaskular masih menarik untuk dicermati.
Untuk tidak berpanjang kata, maka dikemukakan data bahwa shalat subuh bermanfaat karena dapat mengurangi kecenderungan terjadinya gangguan kardiovaskular.
Pada studi MILIS, studi GISSI 2 dan studi-studi lain di luar negeri, yang dipercaya sebagai suatu penelitian yang shahih maka dikatakan puncak terjadinya serangan jantung sebagian besar dimulai pada jam 6 pagi sampai jam 12 siang. Mengapa demikian? Karena pada saat itu sudah terjadi perubahan pada sistem tubuh dimana terjadi kenaikan tegangan saraf simpatis (istilah Cina:Yang) dan penurunan tegangan saraf parasimpatis (YIN). Tegangan simpatis yang meningkat akan menyebabkan kita siap tempur, tekanan darah akan meningkat, denyutan jantung lebih kuat dan sebagainya.
Pada tegangan saraf simpatis yang meningkat maka terjadi penurunan tekanan darah, denyut jantung kurang kuat dan ritmenya melambat. Terjadi peningkatan aliran darah ke perut untuk menggiling makanan dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga kita merasa mengantuk, pokoknya yang cenderung kepada keadaan istirahat.
Pada pergantian waktu pagi buta (mulai pukul 3 dinihari) sampai siang itulah secara diam-diam tekanan darah berangsur naik, terjadi peningkatan adrenalin yang berefek meningkatkan tekanan darah dan penyempitan pembuluh darah (efek vasokontriksi) dan meningkatkan sifat agregasi trombosit (sifat saling menempel satu sma lain pada sel trombosit agar darah membeku) walaupun kita tertidur. Aneh bukan? Hal ini terjadi pada semua manusia, setiap hari termasuk anda dan saya maupun bayi anda.
Hal seperti ini disebut sebagai ritme Circardian/Ritme seharihari, yang secara kodrati diberikan Tuhan kepada manusia. Kenapa begitu dan apa keuntungannya Tuhan yang berkuasa menerangkannya saat ini.
Namun apa kaitannya keterangan di atas dengan kalimat ”ash shalatu khairun minan naum”? Shalat subuh lebih baik dari tidur?
Secara tidak langsung hal ini dapat dirunut melalui penelitian Furgot dan Zawadsky yang pada tahun 1980 dalam penelitiannya mengeluarkan sekelompok sel dinding arteri sebelah dalam pada pembuluh darah yang sedang diseledikinya (dikerok). Pembuluh darah yang normal yang tidak dibuang sel-sel yang melapisi dinding bagian dalamnya akan melebar bila ditetesi suatu zat kimia yaitu: Asetilkolin. Pada penelitian ini terjadi keanehan, dengan dikeluarkannya sel-sel dari dinding sebelah dalam pembuluh darah itu, maka pembuluh tadi tidak melebar kalau ditetesi asetilkolin.
Penemuan ini tentu saja menimbulkan kegemparan dalam dunia kedokteran. “Jadi itu toh yang menentukan melebar atau menyempitnya pembuluh darah, sesuatu penemuan baru yang sudah sekian lama, sekian puluh tahun diteliti tapi tidak ketemu”.
Penelitian itu segera diikuti penelitian yang lain diseluruh dunia untuk mengetahui zat apa yang ada didalam sel bagian dalam pembuluh darah yang mampu mengembangkan/melebarkan pembuluh itu. Dari sekian ribu penelitian maka zat tadi ditemukan oleh Ignarro serta Murad dan disebut NO/Nitrik Oksida.
Ketiga penelitian itu Furchgott dan Ignarro serta Murad mendapat hadiah NOBEL tahun 1998.
Zat NO selalu diproduksi, dalam keadaan istirahat tidur pun selalu diproduksi, namun produksi dapat ditingkatkan oleh obat golongan Nifedipin dan nitrat dan lain-lain tetapi juga dapat ditingkatkan dengan bergerak, dengan olahraga.
Efek Nitrik oksida yang lain adalah mencegah kecenderungan membekunya darah dengan cara mengurangi sifat agregasi/sifat menempel satu sama lain dari trombosit pada darah kita.
Jadi kalau kita kita bangun tidur pada pagi buta dan bergerak, tatkala tamu yang tidak kita inginkan selalu saja sowan pada setiap pagi gelap, maka hal itu akan memberikan pengaruh baik pada pencegahan gangguan kardiovaskular.
Naiknya kadar NO dalam darah karena exercise yaitu wudhu dan shalat sunnah dan wajib, apalagi bila disertai berjalan ke mesjid merupakan proteksi bagi pencegahan kejadian kardiovaskular.
Selain itu patut dicatat bahwa pada posisi rukuk dan sujud terjadi proses mengejan, posisi ini meningkatkan tonus parasimpatis (yang melawan efek tonus simpatis). Dengan exercise tubuh memproduksi NO untuk melawan peningkatan kadar zat adrenalin di atas yang berefek menyempitkan pembuluh darah dan membuat sel trombosit darah kita jadi bertambah liar dan inginnya rangkulan terus.
Demikianlah kekuasaan Allah, ciptaannya selalu dalam berpasang-pasangan, siang-malam, panas-dingin, dan NO-Kontra anti NO.
Allah, sudah sejak awal Islam datang menyerukan shalat subuh. Hanya saja Allah tidak secara jelas menyatakan manfaat akan hal ini karena tingkat ilmu pengetahuan manusia belum sampai dan masih harus mencarinya sendiri walaupun harus melalui rentang waktu ribuan tahun.
Petunjuk bagi kemaslahatan umat adalah tanda kasihNya pada hambaNya. Bukti manfaat instruksi Allah baru datang 1400 tahun kemudian. Allahu Akbar.
Mudah-mudahan mulai saat ini kita tidak lagi memandang sholat sebagai perintahNya akan tetapi memandangnya sebagai kebutuan kita. Sehingga tidak merasa berat dan terpaksa dalam menjalankan ibadah dan selalu shalat subuh didahului dengan shalat sunnah dan kalau dapat jalan ke mesjid.
Dan juga anda jangan jadi terlalu bersemangat, karena ingin sehat sehingga shalat subuhnya jadi 3 atau 4 rakaat. Itu tidak ada dalam petunjuk shalat.
Selamat shalat subuh dengan penuh rasa syukur pada Allah akan karunia ini. Amien.
Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 99-100, 102, 104, 106 dan 108
Ayat 99-100, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman." (al-Baqarah: 99-100)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ibnu Shuriya berkata kepada Nabi saw. 'Wahai Muhammad, engkau tidak datang dengan apa yang kami ketahui. Dan Allah tidak menurunkan ayat yang jelas kepadamu.' Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. " (al-Baqarah: 99)
Ketika Rasulullah diutus dan beliau menyampaikan tentang perjanjian yang ditetapkan atas mereka dan kewajiban yang ditetapkan atas mereka terhadap Nabi
Muhammad, Malik Ibnush Shaif berkata, "Demi Allah, tidak ada yang ditetapkan atas kami terhadap Muhammad dan tidak ada perjanjian yang ditetapkan atas kami." Maka Allah ta'ala menurunkan firman-Nya,
"Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman." (al-Baqarah: 100)
______________________________
Ayat 102, yaitu firman Allah ta'ala,
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (al-Baqarah: 102)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, "Orang-orang Yahudi berkata, 'Perhatikanlah Muhammad, dia mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Dia mengatakan bahwa Sulaiman adalah nabi seperti nabi-nabi yang lain, padahal Sulaiman adalah seorang penyihir yang dapat
terbang di atas angin.' Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan...'" (al-Baqarah: 102)
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Abul Aliyah bahwa dalam waktu yang cukup lama, orang-orang Yahudi menanyakan beberapa hal di dalam Taurat kepada Nabi saw.. Tidak satupun pertanyaan yang mereka sampaikan, kecuali Allah menurunkan kepada beliau jawabannya. Ketika melihat kondisi yang demikian, mereka berkata, "Orang ini lebih tahu dari kita tentang kitab yang diturunkan kepada kita." Dan mereka pun menanyakan tentang sihir dan berusaha memojokkan beliau, maka Allah menurunkan firman-Nya
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir)..." (al-Baqarah: 102)
______________________________
Ayat 104, yaitu firman Allah ta'ala
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih." (al-Baqarah: 104)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari as-Suddi, dia berkata, "Ada dua orang Yahudi yang bernama Malik ibnush-Shaif dan Rifa'ah bin Zaid. Setiap kali bertemu Nabi saw., mereka berkata kepada beliau, Raa'ina pendengaranmu dan dengarlah sedangkan kamu tidak mendengarnya,' Orang-orang muslim mengira itu adalah sesuatu yang mereka gunakan untuk mengagungkan nabi-nabi mereka sehingga mereka mengatakan hal itu kepada Nabi saw.. Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih." (al-Baqarah: 104)
Di dalam Dalaa'ilun Nubuwwah Abu Nu'aim meriwayatkan dari jalur as-Suddi ash-Shaghiir dari al-Kalbi dari Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata, Raa'ina dalam bahasa Yahudi adalah sebuah celaan yang buruk. Ketika orang-orang Yahudi itu mendengar para sahabat Rasulullah berkata, 'Perdengarkanlah kata-kata itu kepada Nabi saw..' Sedangkan orang-orang Yahudi mengatakan hal itu dan tertawa-tawa setelah mengatakannya. (Lalu turunlah firman Allah di atas.) Ketika mendengar kata-kata itu dari mereka, Sa'ad bin Mu'adz berkata, "Wahai musuh-musuh Allah, jika saya mendengar lagi kata-kata itu dari salah seorang kalian setelah majelis ini, sungguh saya akan penggal lehernya.'"
Ibnu Jari meriwayatkan dari adh-Dhahhak, dia berkata, "Dulu seseorang dari kalangan Yahudi berkata, 'Ar'ini pendengaranmu.' Maka turunlah ayat 104 surah al-Baqarah."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Athiyyah, dia berkata, "Dulu beberapa orang Yahudi selalu berkata kepada Nabi saw., 'Ar'inaa pendengaranmu,' hingga beberapa orangg muslim ikut mengucapkannya. Sedangkan hal itu tidak disukai oleh Allah. Maka turunlah ayat 104 surah al-Baqarah."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, "Dulu orang-orang berkata, 'Ra'inaa pendengaranmu.' Lalu orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah dan mengatakan hal itu, maka turunlah ayat 104 surah al-Baqarah."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Atha', dia berkata, "Dulu itu adalah kata-kata dalam bahasa orang-orang Anshar ketika masih jahiliah. Lalu turunlah ayat 104 surah al-Baqarah."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abul Aliyyah, dia berkata, "Dulu, ketika berbicara kepada temannya, orang-orang Arab berkata, 'Ar'ini pendengaranmu.' Lalu mereka pun dilarang mengatakannya."
______________________________
Ayat 106, yaitu firman Allah ta'ala,
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (al-Baqarah: 106)
Sebab Turunnya Ayat
Ibu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Terkadang turun wahyu kepada Nabi saw. pada malam hari, namun ketika siang tiba beliau lupa, maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Ayat mana saja yang Kami nasakhkan....'" (al-Baqarah: 106)
______________________________
Ayat 108, yaitu firman Allah ta'ala
"Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus." (al-Baqarah: 108)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa'id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rafi' bin Huraimalah dan Wahab bin Zaid berkata kepada Rasulullah, 'Wahai Muhammad, datangkanlah kitab yang kau turunkan kepada kami dari langit dan bisa kami baca. Atau pancarkanlah sungai-sungai untuk kami, maka kami akan mengikuti dan membenarkanmu.' Maka Allah menurunkan firman-Nya tentang hal itu,
"Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus." (al-Baqarah: 108)
Huyay bin Akhtab dan Abu Yasir bin Akhtab adalah dua orang Yahudi yang sangat iri kepada orang-orang Arab karena Allah mengutus Rasul-Nya pada kalangan mereka. Keduanya berusaha sekuat tenaga untuk membuat orang-orang meninggalkan Islam. Maka, Allah menurunkan firman-Nya pada keduanya,
"Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan..." (al-Baqarah: 109)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, "Orang-orang Quraisy meminta Nabi Muhammad saw. untuk mengubah bukit Shafa menjadi emas. Maka Nabi saw. menjawab, 'Saya akan melakukannya, dan ia akan menjadi seperti makanan yang diturunkan dari langit kepada Bani Israel jika kalian menjadi kafir.' Orang-orang Quraisy pun tidak menyanggupi syarat tersebut dan mereka menarik kembali permintaan itu. Maka turunlah firman Allah,
'Ataukah kamu hendak meminta kepada Rasulmu (Muhammad)....'" (al-Baqarah: 108)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi, dia berkata, "Orang-orang Arab meminta Nabi Muhammad saw. untuk mendatangkan Allah sehingga mereka dapat melihat-Nya dengan jelas. Maka turunlah firman Allah ayat 108 surah al-Baqarah."
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Abul Aliyyah, dia berkata, "Seorang lelaki berkata kepada Nabi saw., 'Wahai Rasulullah, coba kafarat kita seperti kafarat Bani Israel.' Nabi saw. menjawab, 'Apa yang diberikan Allah kepada kalian adalah lebih baik. Dulu orang-orang Bani Israel, jika salah seorang dari mereka melakukan sebuah dosa, maka dia akan menemukan dosa itu tertulis di daun pintu rumahnya beserta kafaratnya. Apabila dia menebusnya, maka itu adalah kehinaan di dunia. Namun jika tidak menebusnya, maka itu akan menjadi kehinaan baginya di akhirat. Sungguh Allah telah memberi kalian hal yang lebih baik dari itu. Allah ta'ala berfirman,
'Dan barangsiap berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya,...." (an-Nisaa': 110)
Dan shalat lima waktu serta hari Jumat ke Jumat lainnya adalah kafarat untuk dosa-dosa yang dilakukan di antara keduanya.' Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Ataukah kamu hendak meminta kepada Rasulumu (Muhammad)...." ( HR Muslim dalam Kitabuth Thahaarah (14-16), at-Tirmidzi dalam Kitabush Shalat (214) ).
Selasa, 09 Juli 2013
MERAIH KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang agung, sebagaimana sabda Nabi, “Islam itu didirikan di atas lima hal; Bersaksi tiada sesembahan yang hak melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Keutamaan Puasa Ramadhan antara lain adalah
1. Dengan puasa Ramadhan Allah mengampuni dosa orang yang berpuasa dan memaafkan semua kesalahannya, Nabi bersabda,
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun 'alaih).
2. Puasa Ramadhan tidak terhingga pahalanya, karena orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala tanpa batas. Setiap muslim amalannya akan diganjar sebesar 10 hingga 700 kali lipat, kecuali puasa. Firman Allah di dalam hadits qudsi,
“...Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjarnya, ia menahan nafsu dan makan karena-Ku.” (HR. Muslim)
3. Puasa dapat membuka pintu syafa’at nanti pada hari Kiamat. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya puasa dan al-Qur’an memberi syafa’at kepada pelakunya pada hari Kiamat. Puasa berkata, “Ya Tuhanku aku telah menahan hasrat makan dan syahwatnya, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Berkata pula al-Qur’an, ”Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Nabi bersabda, “Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad)
Meraih Keutamaan Ramadhan
Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya dengan berbagai keutamaan. Maka sepatutnya kita menyambutnya dengan taubat nasuha dan tekad meraih kebaikan sebanyak-banyaknya di bulan suci ini. Berikut kiat-kiatnya,
1. Berpuasa dengan benar
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Yang perlu diperhatikan agar bisa berpuasa dengan benar;
(a) Menjauhi kemaksiatan, perkataan dan perbuatan sia-sia.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan buruk maka sedikit pun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum.” (HR. al-Bukhari).
(b) Berniat puasa pada malamnya,
mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan membaca doa berbuka,
“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insyaallah.” (HR. Abu Dawud)
2. Shalat Tarawih
Nabi bersabda, “Barangsiapa menunaikan qiyamullail pada bulan Ramadhan, karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun 'alaih)
“Siapa saja yang shalat Tarawih bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
3. Bershadaqah
Rasulullah adalah orang yang sangat dermawan; kebaikan dan kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus. Rasulullah bersabda, “Seutama-utama shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. at-Tirmidzi)
Shadaqah ini di antaranya adalah:
(a) Memberi makan
Para Salafush Shalih senantiasa berlomba dalam memberi makan kepada orang lapar dan yang membutuhkan. Nabi bersabda,
“Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar, niscaya Allah akan memberinya buah-buahan Surga. Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum saudaranya sesama mukmin yang haus, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Rahiqul Makhtum.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad hasan).
(b) Menyediakan makanan berbuka
Nabi bersabda, “Barangsiapa menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, niscaya ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. at-Tirmidzi, hasan shahih).
Dalam riwayat lain dikatakan, “…menjadi penghapus dosanya dan menjadi pembebas dirinya dari api Neraka…”
4. Banyak membaca al-Qur’an
Malaikat Jibril memperdengarkan al-Qur’an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin Affan mengkhatamkannya pada setiap hari Ramadhan. Sebagian Salafush Shalih mengkhatamkan setiap 3 malam sekali dalam shalat Tarawih. Imam asy-Syafi’i dapat mengkhatamkan 60 kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan.
5. Tetap duduk di dalam masjid hingga terbit matahari
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa shalat fajar berjama’ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua raka’at (Dhuha), maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
6. Mencari malam Lailatul Qadar
Terutama pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan dengan memperbanyak doa,
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai untuk mengampuni, maka ampunilah aku.” (HR. at-Tirmidzi)
“Barangsiapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). “Diampuni juga dosa yang akan datang.” (dalam Musnad ahmad dari ‘Ubadah).
7. I’tikaf
Yakni menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Bila masuk 10 (hari terakhir bulan Ramadhan) Nabi mengencangkan kainnya (menjauhkan diri daribmenggauli istrinya), menghidupkan malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari).
“Bahwasanya Nabi senantiasa ber’itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
8. Umrah di bulan Ramadhan
Rasulullah bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan sama seperti ibadah haji.” Dalam riwayat lain, “...sama seperti menunaikan haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
9. Memperbanyak istighfar, dzikir dan doa Terutama di saat sahur, berbuka, hari Jum’at, dan sepertiga malam terakhir sepanjang bulan Ramadhan.
Disadur dari : www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/murajaa/770-meraih-keutamaan-ramadhan.html
Keutamaan Puasa Ramadhan antara lain adalah
1. Dengan puasa Ramadhan Allah mengampuni dosa orang yang berpuasa dan memaafkan semua kesalahannya, Nabi bersabda,
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun 'alaih).
2. Puasa Ramadhan tidak terhingga pahalanya, karena orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala tanpa batas. Setiap muslim amalannya akan diganjar sebesar 10 hingga 700 kali lipat, kecuali puasa. Firman Allah di dalam hadits qudsi,
“...Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjarnya, ia menahan nafsu dan makan karena-Ku.” (HR. Muslim)
3. Puasa dapat membuka pintu syafa’at nanti pada hari Kiamat. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya puasa dan al-Qur’an memberi syafa’at kepada pelakunya pada hari Kiamat. Puasa berkata, “Ya Tuhanku aku telah menahan hasrat makan dan syahwatnya, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Berkata pula al-Qur’an, ”Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Nabi bersabda, “Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad)
Meraih Keutamaan Ramadhan
Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya dengan berbagai keutamaan. Maka sepatutnya kita menyambutnya dengan taubat nasuha dan tekad meraih kebaikan sebanyak-banyaknya di bulan suci ini. Berikut kiat-kiatnya,
1. Berpuasa dengan benar
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Yang perlu diperhatikan agar bisa berpuasa dengan benar;
(a) Menjauhi kemaksiatan, perkataan dan perbuatan sia-sia.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan buruk maka sedikit pun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum.” (HR. al-Bukhari).
(b) Berniat puasa pada malamnya,
mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan membaca doa berbuka,
“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insyaallah.” (HR. Abu Dawud)
2. Shalat Tarawih
Nabi bersabda, “Barangsiapa menunaikan qiyamullail pada bulan Ramadhan, karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun 'alaih)
“Siapa saja yang shalat Tarawih bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
3. Bershadaqah
Rasulullah adalah orang yang sangat dermawan; kebaikan dan kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus. Rasulullah bersabda, “Seutama-utama shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. at-Tirmidzi)
Shadaqah ini di antaranya adalah:
(a) Memberi makan
Para Salafush Shalih senantiasa berlomba dalam memberi makan kepada orang lapar dan yang membutuhkan. Nabi bersabda,
“Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar, niscaya Allah akan memberinya buah-buahan Surga. Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum saudaranya sesama mukmin yang haus, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Rahiqul Makhtum.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad hasan).
(b) Menyediakan makanan berbuka
Nabi bersabda, “Barangsiapa menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, niscaya ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. at-Tirmidzi, hasan shahih).
Dalam riwayat lain dikatakan, “…menjadi penghapus dosanya dan menjadi pembebas dirinya dari api Neraka…”
4. Banyak membaca al-Qur’an
Malaikat Jibril memperdengarkan al-Qur’an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin Affan mengkhatamkannya pada setiap hari Ramadhan. Sebagian Salafush Shalih mengkhatamkan setiap 3 malam sekali dalam shalat Tarawih. Imam asy-Syafi’i dapat mengkhatamkan 60 kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan.
5. Tetap duduk di dalam masjid hingga terbit matahari
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa shalat fajar berjama’ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua raka’at (Dhuha), maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
6. Mencari malam Lailatul Qadar
Terutama pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan dengan memperbanyak doa,
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai untuk mengampuni, maka ampunilah aku.” (HR. at-Tirmidzi)
“Barangsiapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). “Diampuni juga dosa yang akan datang.” (dalam Musnad ahmad dari ‘Ubadah).
7. I’tikaf
Yakni menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Bila masuk 10 (hari terakhir bulan Ramadhan) Nabi mengencangkan kainnya (menjauhkan diri daribmenggauli istrinya), menghidupkan malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari).
“Bahwasanya Nabi senantiasa ber’itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
8. Umrah di bulan Ramadhan
Rasulullah bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan sama seperti ibadah haji.” Dalam riwayat lain, “...sama seperti menunaikan haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
9. Memperbanyak istighfar, dzikir dan doa Terutama di saat sahur, berbuka, hari Jum’at, dan sepertiga malam terakhir sepanjang bulan Ramadhan.
Disadur dari : www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/murajaa/770-meraih-keutamaan-ramadhan.html
EMPAT PINTU MAKSIAT PADA MANUSIA
EMPAT PINTU MASUK MAKSIAT PADA MANUSIA
Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam karyanya "JANGAN DEKATI ZINA" membagi beberapa hal dimana hal tersebut dapat menyelamatkan Agamanya jikalau dapat menjaga ke-4 hal ini, apa saja hal yang 4 tersebut ?
4 hal tersebut ialah :
1. Al Lahazhat ( pandangan pertama ),
2. Al Khatharat ( pikiran yang terlintas di benak ),
3. Al Lafazhat ( ungkapan yang diucapkan ),
4. Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Imam Ibnu Qayyim mengatakan : Sebagian besar maksiat itu terjadi pada seseorang, melalui empat pintu yang telah disebutkan di atas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut di bawah ini :
1- Al Lahazhat ( Pandangan pertama).
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. ."
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:
“Janganlah kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At Turmudzi, hadits hasan ghorib ).
Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ihlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” ( HR. Ahmad )..
Beliau juga bersabda : “Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ).
Dalam hadits lain beliau bersabda :
“Janganlah kalian duduk duduk di ( tepi ) jalan”, mereka berkata : “ya Rasulallah, tempat tempat duduk kami pasti di tepi jalan”, beliau bersabda : “Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu”, mereka bertanya : “Apa hak jalan itu ?”, beliau menjawab : “Memalingkan pandangan ( dari hal hal yang dilarang Allah, pent.), menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” ( HR. Muslim ).
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya.
Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
Seorang penyair mengatakan :
- Setiap kejadian musibah itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang dilepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang digunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- ( Dia memandang hal hal yang ) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.
Diantara bahaya pandangan
Pandangan yang dilepaskan begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, karena dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu merupakan siksaan yang berat pada batin anda, bila ternyata anda melihat sesuatu yang anda sendiri tidak bisa sabar untuk tidak melihatnya, walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun anda juga tidak mampu untuk melihatnya.
Seorang penyair berkata :
- Bila – suatu hari – engkau lepaskan pandangan matamu mencari ( mangsa ) untuk hatimu, niscaya apa apa yang dipandangnya akan melelahkan ( menyiksa ) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat ( walau hanya ) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya : engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit. Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, akhirnya dia binasa dengan pandangan pandangan itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.
Ada untaian bait lain yang mengatakan :
- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, sehingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah ; dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain, sehingga ahirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar benar mengena di hati orang yang memandang.
Ada untaian bait syair yang mengatakan :
- wahai orang yang dengan sungguh sungguh melempar anak panah pandangannya, engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang yang melepas pandangannya dia akan kehilangan kesehatannya. ( oleh karena itu ) tahanlah pandanganmu, agar tidak mendatangkan musibah kepadamu. Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang ) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru ) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama ; namun ternyata derita yang di timbulkan oleh luka luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melukainya.
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandanganlainnya untuk menyaksikan ( wanita ) cantik dan ( pria ) tampan.
- Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka ( syahwat )mu, padahal dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
- dan tangisan, sementara hatimu juga ( menjerit seperti ) disembelih habis habisan.
Oleh karena itu dikatakan : “sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan."
2- Al Khothorot ( pikiran yang melintas di benak ).
Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas dibenak ) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan ( untuk melakukan sesuatu ) yang akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat.
Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan.
Pikiran pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga ahirnya dia akan manjadi angan angan tanpa makna (palsu).
"Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang orang yang dahaga, tetapi bila mendatanginya mendapatkannya walau maka ia tidak sedikitpun, dan didapatinya (ketetapan ) Allah di sisiNya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” ( QS. An Nur, 39 ).
Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dengan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan angan angan palsu. Seperti dikatakan oleh seorang penyair :
- Angan angan untuk mendapatkan su’da, dapat mengholangkan dahaga. Dengan angan angan itu Su’da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan angan yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan angan itu.
Angan angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kamalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya mendapatkan realita yang diinginkannya – sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan kedalam hatinya ; dia akan mendekap dan memeluknya erat erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran gambaran palsu yang dihayalkan oleh pikirannya.
Padahal itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat, sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman, namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang, sebab kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya tidak lain adalah dengan cara membuang jauh jauh setiap pikiran pikiran yang jauh dari realita, dan dia tidak rela bila hal hal tersebut sampai melintas di benaknya, serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.
Kemudian “khothorot” atau ide, pikiran yang melintas di benak itu mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat :
1. pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan dunia / materi.
2. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/ materi.
3. Pikirang yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
4. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.
Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran pikiran, ide ide dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata pikiran pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dihawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengahirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu :
Pertama : yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua : yang tidak penting, namun dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terahir ini sama sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu ragu dan bingung untuk memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia hawatir akan kehilangan kesempatan yang lain. Dan bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah kadang kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.
Di sinilah akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui siapa orang yang tinggi, siapa orang yang sukses, dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dan anda tidak akan mendapatkan seorangpun yang selamat ( dan terlepas ) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya. Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada – walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil – kemudian kaidah itu pula yang menyatakan bahwa kita memilih kemudlaratan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudlarat yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemadlaratan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudlaratan yang lebih besar.
Pikiran pikiran serta ide ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syariat atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal hal tersebut. Dan pikiran pikiran serta ide ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah orientasinya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Kemudian pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam macam :
Pertama : memikirkan ayat ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya ; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja. Sebagian ulama salaf mengatakan : “Allah menurunkan Al Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al Qur’an itu sebagai amalan.”
Kedua : memikirkan dan memperhatikan ayat ayat atau tanda tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung ; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama nama Allah, sifat sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya.
Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya ; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga : memikirkan ni’mat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya – dari seorang hamba – ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepadaNya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfa’at yang sangat besar, karena berperang dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan yang ada pada kerajaannyapun didengar, dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatanya.
Kelima : memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia siakan begitu saja, berarti dia telah menyia nyiakan seluruh kemaslahatan ( yang seharusnya dia dapatkan. Pent ) sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia siakan ( dan waktu itu sudah lewat. Pent ) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Al Imam Asy Syafi’i berkata : “ aku pernah berteman dengan orang orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa apa dari mereka kecuali dua kalimat saja :
Pertama : “Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua : “Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan.”
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi (sorga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang pedih ( neraka ). Waktu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barang siapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan angan kosong atau yang paling banyak hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini ‘mati’ itu lebih baik dari pada dia hidup.
Bila seorang hamba – yang sedang melakukan shalat – tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia fahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan bersama Allah.
Pikiran pikiran atau ide ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita katagorikan sebagai was was syaithoniyah (bisikan syetan), angan angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran pikiran orang yang kurang waras akannya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan :
- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia nyiakan hari hariku.
- Angan angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga rampai.
Ketahuilah, sebenarnya pikiran pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang disuatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memasang dua macam nafsu pada diri menusia ; nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah, yang kedua duanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain.
Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesutau yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan mendahulukan keridhaaNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.
Dalam hal ini, malaikat itu berada disamping kanan hati manusia, sementara syetan disamping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan ( oleh Allah ) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada syetan dan nafsu ammarah, sementara semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran.
Maka barang siapa yang benar benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya, bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.
Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi sesorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan angan dan fatamorgana yang tidak ada realitanya ?, hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan tulisan itu ?, apabila ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran pikiran kotor, maka pikiran pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong, seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :
“Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.”
Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang orang tasawuf, mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat melakukan kasyaf (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain, sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa apa di dalamnya, tiba tiba syetan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian syetan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, syetan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka syetan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Syetan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan keingininan melepaskan diri dari keinginan keinginan – yang sebenarnya – tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya dimasyarakat, lalu berusaha menyampaikannya pada orang orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, syetan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat di dalamnya.
Syetan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenenaran, karena kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan pikiran yang baik, serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridloanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya dimana saja dia berada. Wallahul musta’an ( dan Allah lah tempat mohon pertolongan ).
Lihatlah Umar bin Khothob Radhiyallahu ‘anhu, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridloan Allah, barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya ( untuk jihad ), dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.
Ini adalah salah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar benar kuat, dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita citanya, dimana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah ibadah yang lain, itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.
3 – Al Lafazhat ( ungkapan kata kata ).
Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya.
Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.
Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shoheh ).
Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu beliau bersabda :
"Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits hasan shoheh ).
Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya, juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya ( dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.
Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan. Kalau anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.”
Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar : ‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya’. Dalam shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.”
Dalam riwayat Muslim : “ sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat."
Dan dalam riwayat Al Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :
“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka ( pahalanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridloanNya sampai hari dia berjumpa denganNya kelak.
Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai dia berjumpa denganNya kelak.”
‘Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini."
Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : ada seorang sahabat yang meniggal, lalu ada seorang laki laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda : ." ﻪﺼﻘﻨﻳﻻﺎﲟﻞﲞﻭﺃ،ﻪﻴﻨﻌﻳﻻﺎﻤﻴﻓﻢﻠﻜﺗﻪﻠﻌﻠﻓ؟ﻚﻳﺭﺪﻳﺎﻣﻭ " “Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” (Al Turmudzi berkata : “hadits ini hasan” ). Dalam lafadz hadits yang lain disebutkan :
“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan sorga”, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “ Dari mana kamu tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya, dan menahan apa yang tidak memberikan mudlarat baginya.”
Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
At Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, bahwa beliau bersabda :
"Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”
Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :
“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah : aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan : “ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan ia bekata : hadits ini shaheh ).
Dan Ummu Habibah isteri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam beliau bersabda :
"Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf ( memerintahkan yang baik ), atau nahi mungkar ( mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ( At Tirmidzi berkomentar : hadits ini derajatnya hasan ).
Dalam hadits yang lain disebutkan :
“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”
Sebagian ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri, hanya sekedar mengucapkan : “hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”, tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.”
Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita gunakan bermain main, lalu dia berkata : ‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang.”
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri …
Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan ucapan yang digunakan untuk membelaNya. Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya dan berkata : “inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya.
Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.
“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Bahaya lidah :
Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.
Orang yang diam terhadap kebenaran adalah syetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.
Adapun orang orang yang ada di tengah tengah – yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus – sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti.
Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.
4- Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya.
Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :
“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung ) keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63).
Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan pikiran, dalam firmanNya : . ﺭﻭﺪﺼﻟﺍﻲﻔﲣﺎﻣﻭﲔﻋﻷﺍﺔﻨﺋﺎﺧﻢﻠﻌﻳ “Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghofir, 19 ).
Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina, dan kewajiban menjaga kemaluan. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:
“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan kemaluan.” ( HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dianggap shaheh oleh Al Albani dalam silsilah hadits shaheh ).
Dalam shaheh Bukhori dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali sebab tiga hal : orang yang sudah kawin yang melakukan zina, membunuh jiwa dengan sebab membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jamaah.”
Dalam hadits ini ada pensejajaran antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al Furqon, juga seperti yang ada dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu.
Penyebutan sejajar antara zina, Kufur Dan Membunuh Jiwa
Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan.
Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini –selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur.
Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang ada di balik perbuatan zina.
Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta mendatangkan kebencian orang.
Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya berzina.
Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.” Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda :
“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).
Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.
"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba malakukan apa yang diharamkan kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim ).
Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Salam :
“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia mengutus para Rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri.” ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat shalat gerhana matahari, beliau bersabda :
"Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada sorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata : “Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”( HR. Bukhori dan Muslim).
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
"Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di manamana), pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR. Bukhori dan Muslim ).
Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab dan musibah yang diturunkan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan.”
Seorang pendeta bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”
Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga Hal
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga hal :
Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Kedua, Allah melarang hamba-hambanya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para hukuma kepada para pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang dan rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian, namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah.
Hal ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud) yang disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang para pelaku dosa lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya (melampiaskan libido, pent) dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta; sementra hati manusia itu secara tabi’at punya perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya bentuk percintaan itu termasuk yang diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui oleh banyak orang.
Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehinga timbullah perasaan kasihan yang mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini semua timbul dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmatnya.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu rajam, pent) handaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mu’min, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr” (membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang “muhshan” (sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth yang dilempar dengan batu. Yang demikaian itu karena perbuatan zina dan liwath (homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth ) adalah sama-sama perbuatan fahisyah (keji dan kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah di dalam penciptaan perintahnya. Kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh prektek liwath (homosex) itu sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang menjadi korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih baik dibunuh saja; sebab dia itu mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada makhlukNya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.
Ada perbedaan pendapat diantara sebagian orang; apakah orang yang menjadi pelaku liwath itu bisa masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Aku mendengar Syaikhul islam, Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini. Mereka yang mengatakan tidak akan masuk sorga memberikan hujjah dengan beberapa hal :
Diantaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
"Tidak masuk surga anak seorang pezina”.( HR. Bukhori dalam At tarikh ash shoghir ( 124 ), dan dihukumi hasan ).
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apaapa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kabaikan apapun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperna yang haram?
Mereka mengatakan : orang yang menjadi pelaku liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas untuk tidak mendapat taufik kebaikan. Dia juga pantas dihalangi utnuk mendapatkan taufik tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, maka Allah akan menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu di masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di masa tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat yang nasuha.
Namun setelah diteliti, yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat yang nasuha serta amal yang shalih, lalu kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-banar jujur kepada Allah dalam mu’amalah-nya, maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan dia akan termasuk ahli surga. Bila taubat itu –kita ketahui- dapat menghapus segala macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para Nabi dan para waliNya, atau sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia Yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa :
“Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa” ( HR. Ibnu Majah ).
Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa baragsiapa yang bertaubat dari perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari berbagai macam dosa.
Allah berfirman :
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha Pemgampun dn Maha Pengasih.” (Az-Zumar : 53)
dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat.
Bila ternyata orang yang menjadi pelaku liwath itu di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia taubat nasuha dan amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam surga di saat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya, sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan perbuatan baik lainnya.
Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam Su’ul Khatimah
Bila anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan perbuatan jelek mereka.
Al-hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-syibli berkata (1): “ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga Allah menjauhkan kita darinya ) mempunyai beberapa penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang menghantarkan kepadanya. Penyebab, pintu dan jalan yang paling besar adalah larut dalam urusan keduniaan, tidak perhatian dalam urusan akhirat dan berani maksiat kepada Allah. Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab yang menutupinya. Akibatnya, teguran tidak lagi akan berguna, nasihat tidak lagi akan bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian. Lalu datanglah panggilan kebaikan dari subuah tempat yang jauh, namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu terus mengulangi dan mengulanginya lagi”.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang dari anak buah An Nashir ( salah seorang pemimpin di masa Mamlukiyyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya berkata : “ ucapkanlah, laa Ilahaa Illallah !” orang itu berucap : An Nashir adalah tuanku.” Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah dia siuman dia berucap lagi : “ An Nashir adalah tuanku”. Begitulah terus menerus setiap kali dikatakan kepadanya ucapan : “ laa Ilaaha Illallah” dia malah berucap : “ An Nashir adalah tuanku”. Kemudian ia berkata kepada anaknya : “ Hai fulan, sesungguhnya An Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan keberanianmu membunuh ( berperang )”. Kemudian dia meninggal dunia.
Abdul Haq berkata : “ pernah dikatakan juga kepada orang lain ( yang saya mengenalnya ) ucapkanlah : laa Ilaaha Illallah dia malah berucap : “ tolong rumah yang di sana itu diperbaiki, dan kebun yang di sana itu dikerjakan…”
Abdul Haq juga berkata : “di antara riwayat dari Abu thahir As Silafiy yang mana dia telah mengizinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu subuah kisah dimana ada seorang pria yang sedang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya : ucapkanlan ‘laa Ilaaha Illallah’ namun dia malah mengatakan kata-kata dengan bahasa Persia yang artinya ‘ sepuluh dengan sebelas( maksudnya, boleh berutang sepuluh tapi bayarnya sebelas, pent)
Dan pernah dikatakan pula pada orang lain : ucapkanlah laa Ilaaha Illallah dia malah mengatakan “ mana jalan ke pemandian manjab? ( nama pemandian ).
Kata Abdul Haq : jawaban yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba di situ lewat wanita cantik dan bertanya, ‘mana jalan ke pemandian manjab ? dia menjawab (sambil menunjuk ke pintu rumahnya) , ini dia pemandian manjab itu! Maka, wanita itu pun masuk ke dalam rumahnya sampai kebelakang. Setelah dia sadar terjebak di rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia pura-pura menampakkan rasa gembira dan suka cintanya karena pertemuannya dengan pria itu. Kemudian wanita itu berkata, ‘ sebaiknya (sebelum kita berkumpul ) engkau harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat keindahan kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati kita’. Dengan segera pria itu menjawab,’ sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua apa yang kami inginkan dan kamu senangi’. Lalu dia pergi ke luar dan meninggalkan si wanita dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudia ia mengambil apa yang dia bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang si wanita itu telah keluar dan pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa- apa dari rumahnya. Pria itu akhirnya mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita itu tadi. Dia berjalan di lorong-lorong mengatakan : dan gang-gang sambil mengatakan :
Wahai tuhan mana wanita yang mengatakan suatu hari dalam kondisi capek: mana jalan kepemandian munjab?
Suatu saat , waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita berkomentar dari jendela pintu rumahnya :
Mengapa di saat sudah mendapatkannya tidak dengan segera engkau menutup rumah itu atau mengunci pintunya ?
Mendengar itu ia tambah mabuk kepayang. Begitulah terus kondisinya sehingga bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia.”
Suatu malam, sufyan Ats- tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu ada yang bertanya kepadanya: “ adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan dosa ?” lalu sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata : “ dosa itu lebih ringan dari batu ini, aku menangis karena takut akan su’ul khatimah.”
Sungguh, ini adalah pemahaman yang baik, bila seseorang itu khawatir akan dosa-dosanya akan mebuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah.
Al Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda’ di saat sakaratul maut datang, dia pingsan tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca :
"Dan (begitulah ) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan kami biarkanmereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (QS. Al An’am : 110)
Dan oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga berkata : “ ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga kita dilindungi oleh Allah darinya ) tidak akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barang kali itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya dicabut sebelum dia kembali kepada Allah, sehinga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya disaat yang genting tersebut. Na’udzu billah!”
Diriwayatkan bahwa di mesir dulu ada seseorang yang selalu pergi ke masjid untuk adzan dan melakukan shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah. Suatu hari dia naik ke menara seperti biasanya untuk adzan, di bawah menara itu ada rumah seorang nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak perempuan pemilik rumah itu, akhirnya ia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan adzan saat itu, dan turun untuk menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak perempuan itu bertanya : “ ada apa, apa yang kamu inginkan ?” Dia menjawab : Aku menginginkan kamu. Dia bertanya lagi : “mengapa demikian ?” dia menjawab : “ sungguh engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku.” Perempuan itu berkata : “ Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya.” Pria tadi menjawab : “ aku akan mengawinimu lebih dahulu.” Perempuan itu berkata : “engkau seorang muslim, aku nashrani, ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu. Lelaki itu berkata: “ aku akan masuk agama Nashrani!” Maka wanita itu berkata : “ jika kamu lakukan itu, maka aku mau!” akhirnya lelaki itu resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya. Diapun tinggal bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik loteng yang ada di rumah tersebut, kemudian jatuh dan langsung mati.
Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya.
Diriwayatkan pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasahi hatinya. Bahkan, dia sampai jatuh sakit dan harus tidur istirahat karenanya. Sementara orang yang dicintai itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidak suka dan menjauh darinya. Sementara itu orang-orang berusaha mempertemukan keduanya, sehingga ia berjanji untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar tersebut, diapun gembira dan sangat bersuka cita. Kesempitan di dadanya terasa hilang. Jadilah ia menunggu waktu yang ditentukan untuknya. Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya, lalu menyampaikan : “dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi dia berkata : “ orang itu ingat dan menyebutnyebut aku dan dia pun bergembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan. Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi. Mendengar hal itu, orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali sakit dengan kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya, tandatanda kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan dalam untaian syair :
Wahai salma, wahai penenang hati yang sakit. Wahai obat bagi tubuh yang kurus.
Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku, katimbang rahmat Allah yang maha pencipta dan maha mulia.
Maka abdul Haq asy- asyibly berkata kepadanya : “wahai fulan, takutlah engkau kepada Allah !! dia menjawab : semuanya sudah terjadi, akhirnya aku meninggalkannya. Dan tidak sempat aku melewati pintu rumahnya, hingga aku medengar nyaring suara kematiannya. Kita berlindung kepada Allah dari su’ul khatimah.
Keterangan :
( 1 ) Dalam kitab Al-‘Aqibah fi Dzikril Maut Wal Akhirat, hal 178: 181.
Sumber : JANGAN DEKATI ZINA, Oleh Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Penerjemah Tim Darul Haq-Jakarta. Hal. 11-70.
Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam karyanya "JANGAN DEKATI ZINA" membagi beberapa hal dimana hal tersebut dapat menyelamatkan Agamanya jikalau dapat menjaga ke-4 hal ini, apa saja hal yang 4 tersebut ?
4 hal tersebut ialah :
1. Al Lahazhat ( pandangan pertama ),
2. Al Khatharat ( pikiran yang terlintas di benak ),
3. Al Lafazhat ( ungkapan yang diucapkan ),
4. Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Imam Ibnu Qayyim mengatakan : Sebagian besar maksiat itu terjadi pada seseorang, melalui empat pintu yang telah disebutkan di atas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut di bawah ini :
1- Al Lahazhat ( Pandangan pertama).
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. ."
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:
“Janganlah kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At Turmudzi, hadits hasan ghorib ).
Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ihlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” ( HR. Ahmad )..
Beliau juga bersabda : “Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ).
Dalam hadits lain beliau bersabda :
“Janganlah kalian duduk duduk di ( tepi ) jalan”, mereka berkata : “ya Rasulallah, tempat tempat duduk kami pasti di tepi jalan”, beliau bersabda : “Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu”, mereka bertanya : “Apa hak jalan itu ?”, beliau menjawab : “Memalingkan pandangan ( dari hal hal yang dilarang Allah, pent.), menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” ( HR. Muslim ).
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya.
Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
Seorang penyair mengatakan :
- Setiap kejadian musibah itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang dilepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang digunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- ( Dia memandang hal hal yang ) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.
Diantara bahaya pandangan
Pandangan yang dilepaskan begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, karena dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu merupakan siksaan yang berat pada batin anda, bila ternyata anda melihat sesuatu yang anda sendiri tidak bisa sabar untuk tidak melihatnya, walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun anda juga tidak mampu untuk melihatnya.
Seorang penyair berkata :
- Bila – suatu hari – engkau lepaskan pandangan matamu mencari ( mangsa ) untuk hatimu, niscaya apa apa yang dipandangnya akan melelahkan ( menyiksa ) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat ( walau hanya ) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya : engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit. Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, akhirnya dia binasa dengan pandangan pandangan itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.
Ada untaian bait lain yang mengatakan :
- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, sehingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah ; dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain, sehingga ahirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar benar mengena di hati orang yang memandang.
Ada untaian bait syair yang mengatakan :
- wahai orang yang dengan sungguh sungguh melempar anak panah pandangannya, engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang yang melepas pandangannya dia akan kehilangan kesehatannya. ( oleh karena itu ) tahanlah pandanganmu, agar tidak mendatangkan musibah kepadamu. Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang ) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru ) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama ; namun ternyata derita yang di timbulkan oleh luka luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melukainya.
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandanganlainnya untuk menyaksikan ( wanita ) cantik dan ( pria ) tampan.
- Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka ( syahwat )mu, padahal dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
- dan tangisan, sementara hatimu juga ( menjerit seperti ) disembelih habis habisan.
Oleh karena itu dikatakan : “sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah dari pada menahan langgengnya penyesalan."
2- Al Khothorot ( pikiran yang melintas di benak ).
Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas dibenak ) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan ( untuk melakukan sesuatu ) yang akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat.
Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan.
Pikiran pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga ahirnya dia akan manjadi angan angan tanpa makna (palsu).
"Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang orang yang dahaga, tetapi bila mendatanginya mendapatkannya walau maka ia tidak sedikitpun, dan didapatinya (ketetapan ) Allah di sisiNya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” ( QS. An Nur, 39 ).
Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dengan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan angan angan palsu. Seperti dikatakan oleh seorang penyair :
- Angan angan untuk mendapatkan su’da, dapat mengholangkan dahaga. Dengan angan angan itu Su’da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan angan yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan angan itu.
Angan angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kamalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya mendapatkan realita yang diinginkannya – sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan kedalam hatinya ; dia akan mendekap dan memeluknya erat erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran gambaran palsu yang dihayalkan oleh pikirannya.
Padahal itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat, sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman, namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang, sebab kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya tidak lain adalah dengan cara membuang jauh jauh setiap pikiran pikiran yang jauh dari realita, dan dia tidak rela bila hal hal tersebut sampai melintas di benaknya, serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.
Kemudian “khothorot” atau ide, pikiran yang melintas di benak itu mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat :
1. pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan dunia / materi.
2. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/ materi.
3. Pikirang yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
4. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.
Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran pikiran, ide ide dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata pikiran pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dihawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengahirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu :
Pertama : yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua : yang tidak penting, namun dihawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terahir ini sama sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu ragu dan bingung untuk memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia hawatir akan kehilangan kesempatan yang lain. Dan bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah kadang kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.
Di sinilah akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui siapa orang yang tinggi, siapa orang yang sukses, dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dan anda tidak akan mendapatkan seorangpun yang selamat ( dan terlepas ) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya. Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada – walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil – kemudian kaidah itu pula yang menyatakan bahwa kita memilih kemudlaratan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudlarat yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemadlaratan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudlaratan yang lebih besar.
Pikiran pikiran serta ide ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syariat atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal hal tersebut. Dan pikiran pikiran serta ide ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah orientasinya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Kemudian pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam macam :
Pertama : memikirkan ayat ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya ; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja. Sebagian ulama salaf mengatakan : “Allah menurunkan Al Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al Qur’an itu sebagai amalan.”
Kedua : memikirkan dan memperhatikan ayat ayat atau tanda tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung ; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama nama Allah, sifat sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya.
Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya ; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga : memikirkan ni’mat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya – dari seorang hamba – ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepadaNya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfa’at yang sangat besar, karena berperang dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan yang ada pada kerajaannyapun didengar, dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatanya.
Kelima : memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia siakan begitu saja, berarti dia telah menyia nyiakan seluruh kemaslahatan ( yang seharusnya dia dapatkan. Pent ) sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia siakan ( dan waktu itu sudah lewat. Pent ) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Al Imam Asy Syafi’i berkata : “ aku pernah berteman dengan orang orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa apa dari mereka kecuali dua kalimat saja :
Pertama : “Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua : “Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan.”
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi (sorga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang pedih ( neraka ). Waktu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barang siapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan angan kosong atau yang paling banyak hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini ‘mati’ itu lebih baik dari pada dia hidup.
Bila seorang hamba – yang sedang melakukan shalat – tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia fahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan bersama Allah.
Pikiran pikiran atau ide ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita katagorikan sebagai was was syaithoniyah (bisikan syetan), angan angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran pikiran orang yang kurang waras akannya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan :
- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia nyiakan hari hariku.
- Angan angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga rampai.
Ketahuilah, sebenarnya pikiran pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang disuatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memasang dua macam nafsu pada diri menusia ; nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah, yang kedua duanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain.
Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesutau yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan mendahulukan keridhaaNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.
Dalam hal ini, malaikat itu berada disamping kanan hati manusia, sementara syetan disamping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan ( oleh Allah ) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada syetan dan nafsu ammarah, sementara semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran.
Maka barang siapa yang benar benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya, bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.
Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi sesorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan angan dan fatamorgana yang tidak ada realitanya ?, hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan tulisan itu ?, apabila ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran pikiran kotor, maka pikiran pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong, seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair :
“Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.”
Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang orang tasawuf, mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat melakukan kasyaf (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain, sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa apa di dalamnya, tiba tiba syetan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian syetan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, syetan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka syetan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Syetan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan keingininan melepaskan diri dari keinginan keinginan – yang sebenarnya – tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya dimasyarakat, lalu berusaha menyampaikannya pada orang orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, syetan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat di dalamnya.
Syetan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenenaran, karena kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan pikiran yang baik, serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridloanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya dimana saja dia berada. Wallahul musta’an ( dan Allah lah tempat mohon pertolongan ).
Lihatlah Umar bin Khothob Radhiyallahu ‘anhu, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridloan Allah, barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya ( untuk jihad ), dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.
Ini adalah salah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar benar kuat, dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita citanya, dimana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah ibadah yang lain, itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.
3 – Al Lafazhat ( ungkapan kata kata ).
Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya.
Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.
Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab “Mulut dan kemaluan”. ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shoheh ).
Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam sorga dan menjauhkannya dari api neraka ?, lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amali tersebut, setelah itu beliau bersabda :
"Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu ?’, dia berkata : ya, ya Rasulallah, lalu Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda : “ jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata : adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawaba : “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka ( ke Neraka ) kecuali hasil ( ucapan ) lidah lidah mereka ?” ( HR. Turmudzi, dan ia berkata : hadits hasan shoheh ).
Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya, juga masih berbicara dengan kalimat kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya ( dari Allah dengan jarak ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.
Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan. Kalau anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohehnya, dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Ada seorang laki laki yang mengatakan : ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, maka Allah berfirman : “Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan ?, sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.”
Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga dikisahkan cerita seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkomentar : ‘Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya’. Dalam shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam neraka Jahannam.”
Dalam riwayat Muslim : “ sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam neraka ( yang jaraknya ) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat."
Dan dalam riwayat Al Turmudzi, dari hadits Bilal bin Al Harits Al Muzani Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda :
“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka ( pahalanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridloanNya sampai hari dia berjumpa denganNya kelak.
Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka ( dosanya ) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai dia berjumpa denganNya kelak.”
‘Alqomah mengatakan : “betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits Bilal bin Al Harits ini."
Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : ada seorang sahabat yang meniggal, lalu ada seorang laki laki berkata : ‘berilah kabar gembira dengan sorga’, maka Nabi bersabda : ." ﻪﺼﻘﻨﻳﻻﺎﲟﻞﲞﻭﺃ،ﻪﻴﻨﻌﻳﻻﺎﻤﻴﻓﻢﻠﻜﺗﻪﻠﻌﻠﻓ؟ﻚﻳﺭﺪﻳﺎﻣﻭ " “Dari mana kamu tahu?, barangkali dia pernah mengucapkan ( kalimat ) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan ) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” (Al Turmudzi berkata : “hadits ini hasan” ). Dalam lafadz hadits yang lain disebutkan :
“Ada seorang anak yang meninggal syahid diperang Uhud, lalu ditemukan diperutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil mengatakan : “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan sorga”, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “ Dari mana kamu tahu ?, barangkali dia pernah mengucapkan kata kata yang tidak berguna baginya, dan menahan apa yang tidak memberikan mudlarat baginya.”
Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”
At Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shaheh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, bahwa beliau bersabda :
"Termasuk ( salah satu tanda ) kebaikan Islam seseorang yaitu ( bila ) dia meninggalkan apa apa yang tidak berguna baginya.”
Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata :
“Aku berkata : ‘Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorangpun setelah engkau’, Nabi menjawab : “Katakanlah : aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau”, aku bertanya : ‘Ya Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku ?’, kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan : “ini” ( maksudnya lidah, pent. ). ( HR. Turmudzi, dan ia bekata : hadits ini shaheh ).
Dan Ummu Habibah isteri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam beliau bersabda :
"Semua ucapan anak Adam ( manusia ) itu akan merugikan dia, tidak akan menguntungkan dia, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf ( memerintahkan yang baik ), atau nahi mungkar ( mencegah perbuatan mungkar ), atau dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” ( At Tirmidzi berkomentar : hadits ini derajatnya hasan ).
Dalam hadits yang lain disebutkan :
“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata : takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqomah kami akan istiqomah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng.”
Sebagian ulama salaf ada yang menyalahkan dirinya sendiri, hanya sekedar mengucapkan : “hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab : “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan : “oh, betapa butuhnya orang orang ini kepada hujan”, tiba tiba ada yang berkata kepadaku “dari mana kamu tahu itu ?, Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hambaKu.”
Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya : tolong ambilkan kain untuk kita gunakan bermain main, lalu dia berkata : ‘Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata kata yang tadi aku katakan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang.”
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri …
Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah : apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat , ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja ?, di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “semua perkataan anak Adam itu akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang diambil dari kalam Allah dan ucapan yang digunakan untuk membelaNya. Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya dan berkata : “inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah”, ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya.
Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara.
“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Bahaya lidah :
Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.
Orang yang diam terhadap kebenaran adalah syetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.
Adapun orang orang yang ada di tengah tengah – yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus – sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti.
Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.
4- Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya.
Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :
“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung ) keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63).
Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan pikiran, dalam firmanNya : . ﺭﻭﺪﺼﻟﺍﻲﻔﲣﺎﻣﻭﲔﻋﻷﺍﺔﻨﺋﺎﺧﻢﻠﻌﻳ “Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghofir, 19 ).
Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina, dan kewajiban menjaga kemaluan. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:
“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan kemaluan.” ( HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dianggap shaheh oleh Al Albani dalam silsilah hadits shaheh ).
Dalam shaheh Bukhori dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
“Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali sebab tiga hal : orang yang sudah kawin yang melakukan zina, membunuh jiwa dengan sebab membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jamaah.”
Dalam hadits ini ada pensejajaran antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al Furqon, juga seperti yang ada dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu.
Penyebutan sejajar antara zina, Kufur Dan Membunuh Jiwa
Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan.
Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini –selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur.
Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang ada di balik perbuatan zina.
Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya suram serta mendatangkan kebencian orang.
Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya berzina.
Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.” Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda :
“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).
Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam.
"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba malakukan apa yang diharamkan kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim ).
Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Salam :
“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia mengutus para Rasul untuk memberikan kabar gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri.” ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat shalat gerhana matahari, beliau bersabda :
"Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada sorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata : “Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”( HR. Bukhori dan Muslim).
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
"Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di manamana), pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR. Bukhori dan Muslim ).
Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab dan musibah yang diturunkan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan.”
Seorang pendeta bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”
Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga Hal
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga hal :
Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Kedua, Allah melarang hamba-hambanya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para hukuma kepada para pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang dan rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian, namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah.
Hal ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud) yang disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang para pelaku dosa lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya (melampiaskan libido, pent) dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta; sementra hati manusia itu secara tabi’at punya perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya bentuk percintaan itu termasuk yang diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui oleh banyak orang.
Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehinga timbullah perasaan kasihan yang mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini semua timbul dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmatnya.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu rajam, pent) handaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mu’min, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr” (membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang “muhshan” (sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth yang dilempar dengan batu. Yang demikaian itu karena perbuatan zina dan liwath (homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth ) adalah sama-sama perbuatan fahisyah (keji dan kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah di dalam penciptaan perintahnya. Kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh prektek liwath (homosex) itu sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang menjadi korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih baik dibunuh saja; sebab dia itu mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada makhlukNya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.
Ada perbedaan pendapat diantara sebagian orang; apakah orang yang menjadi pelaku liwath itu bisa masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Aku mendengar Syaikhul islam, Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini. Mereka yang mengatakan tidak akan masuk sorga memberikan hujjah dengan beberapa hal :
Diantaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
"Tidak masuk surga anak seorang pezina”.( HR. Bukhori dalam At tarikh ash shoghir ( 124 ), dan dihukumi hasan ).
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apaapa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kabaikan apapun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperna yang haram?
Mereka mengatakan : orang yang menjadi pelaku liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas untuk tidak mendapat taufik kebaikan. Dia juga pantas dihalangi utnuk mendapatkan taufik tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, maka Allah akan menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu di masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di masa tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat yang nasuha.
Namun setelah diteliti, yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat yang nasuha serta amal yang shalih, lalu kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-banar jujur kepada Allah dalam mu’amalah-nya, maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan dia akan termasuk ahli surga. Bila taubat itu –kita ketahui- dapat menghapus segala macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para Nabi dan para waliNya, atau sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia Yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa :
“Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa” ( HR. Ibnu Majah ).
Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa baragsiapa yang bertaubat dari perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari berbagai macam dosa.
Allah berfirman :
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha Pemgampun dn Maha Pengasih.” (Az-Zumar : 53)
dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat.
Bila ternyata orang yang menjadi pelaku liwath itu di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia taubat nasuha dan amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam surga di saat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya, sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan perbuatan baik lainnya.
Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam Su’ul Khatimah
Bila anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan perbuatan jelek mereka.
Al-hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-syibli berkata (1): “ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga Allah menjauhkan kita darinya ) mempunyai beberapa penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang menghantarkan kepadanya. Penyebab, pintu dan jalan yang paling besar adalah larut dalam urusan keduniaan, tidak perhatian dalam urusan akhirat dan berani maksiat kepada Allah. Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab yang menutupinya. Akibatnya, teguran tidak lagi akan berguna, nasihat tidak lagi akan bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian. Lalu datanglah panggilan kebaikan dari subuah tempat yang jauh, namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu terus mengulangi dan mengulanginya lagi”.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang dari anak buah An Nashir ( salah seorang pemimpin di masa Mamlukiyyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya berkata : “ ucapkanlah, laa Ilahaa Illallah !” orang itu berucap : An Nashir adalah tuanku.” Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah dia siuman dia berucap lagi : “ An Nashir adalah tuanku”. Begitulah terus menerus setiap kali dikatakan kepadanya ucapan : “ laa Ilaaha Illallah” dia malah berucap : “ An Nashir adalah tuanku”. Kemudian ia berkata kepada anaknya : “ Hai fulan, sesungguhnya An Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan keberanianmu membunuh ( berperang )”. Kemudian dia meninggal dunia.
Abdul Haq berkata : “ pernah dikatakan juga kepada orang lain ( yang saya mengenalnya ) ucapkanlah : laa Ilaaha Illallah dia malah berucap : “ tolong rumah yang di sana itu diperbaiki, dan kebun yang di sana itu dikerjakan…”
Abdul Haq juga berkata : “di antara riwayat dari Abu thahir As Silafiy yang mana dia telah mengizinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu subuah kisah dimana ada seorang pria yang sedang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya : ucapkanlan ‘laa Ilaaha Illallah’ namun dia malah mengatakan kata-kata dengan bahasa Persia yang artinya ‘ sepuluh dengan sebelas( maksudnya, boleh berutang sepuluh tapi bayarnya sebelas, pent)
Dan pernah dikatakan pula pada orang lain : ucapkanlah laa Ilaaha Illallah dia malah mengatakan “ mana jalan ke pemandian manjab? ( nama pemandian ).
Kata Abdul Haq : jawaban yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba di situ lewat wanita cantik dan bertanya, ‘mana jalan ke pemandian manjab ? dia menjawab (sambil menunjuk ke pintu rumahnya) , ini dia pemandian manjab itu! Maka, wanita itu pun masuk ke dalam rumahnya sampai kebelakang. Setelah dia sadar terjebak di rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia pura-pura menampakkan rasa gembira dan suka cintanya karena pertemuannya dengan pria itu. Kemudian wanita itu berkata, ‘ sebaiknya (sebelum kita berkumpul ) engkau harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat keindahan kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati kita’. Dengan segera pria itu menjawab,’ sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua apa yang kami inginkan dan kamu senangi’. Lalu dia pergi ke luar dan meninggalkan si wanita dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudia ia mengambil apa yang dia bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang si wanita itu telah keluar dan pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa- apa dari rumahnya. Pria itu akhirnya mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita itu tadi. Dia berjalan di lorong-lorong mengatakan : dan gang-gang sambil mengatakan :
Wahai tuhan mana wanita yang mengatakan suatu hari dalam kondisi capek: mana jalan kepemandian munjab?
Suatu saat , waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita berkomentar dari jendela pintu rumahnya :
Mengapa di saat sudah mendapatkannya tidak dengan segera engkau menutup rumah itu atau mengunci pintunya ?
Mendengar itu ia tambah mabuk kepayang. Begitulah terus kondisinya sehingga bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia.”
Suatu malam, sufyan Ats- tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu ada yang bertanya kepadanya: “ adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan dosa ?” lalu sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata : “ dosa itu lebih ringan dari batu ini, aku menangis karena takut akan su’ul khatimah.”
Sungguh, ini adalah pemahaman yang baik, bila seseorang itu khawatir akan dosa-dosanya akan mebuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah.
Al Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda’ di saat sakaratul maut datang, dia pingsan tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca :
"Dan (begitulah ) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan kami biarkanmereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (QS. Al An’am : 110)
Dan oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga berkata : “ ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu ( semoga kita dilindungi oleh Allah darinya ) tidak akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barang kali itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat nadinya dicabut sebelum dia kembali kepada Allah, sehinga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya disaat yang genting tersebut. Na’udzu billah!”
Diriwayatkan bahwa di mesir dulu ada seseorang yang selalu pergi ke masjid untuk adzan dan melakukan shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah. Suatu hari dia naik ke menara seperti biasanya untuk adzan, di bawah menara itu ada rumah seorang nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak perempuan pemilik rumah itu, akhirnya ia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan adzan saat itu, dan turun untuk menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak perempuan itu bertanya : “ ada apa, apa yang kamu inginkan ?” Dia menjawab : Aku menginginkan kamu. Dia bertanya lagi : “mengapa demikian ?” dia menjawab : “ sungguh engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku.” Perempuan itu berkata : “ Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya.” Pria tadi menjawab : “ aku akan mengawinimu lebih dahulu.” Perempuan itu berkata : “engkau seorang muslim, aku nashrani, ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu. Lelaki itu berkata: “ aku akan masuk agama Nashrani!” Maka wanita itu berkata : “ jika kamu lakukan itu, maka aku mau!” akhirnya lelaki itu resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya. Diapun tinggal bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik loteng yang ada di rumah tersebut, kemudian jatuh dan langsung mati.
Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya.
Diriwayatkan pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasahi hatinya. Bahkan, dia sampai jatuh sakit dan harus tidur istirahat karenanya. Sementara orang yang dicintai itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidak suka dan menjauh darinya. Sementara itu orang-orang berusaha mempertemukan keduanya, sehingga ia berjanji untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar tersebut, diapun gembira dan sangat bersuka cita. Kesempitan di dadanya terasa hilang. Jadilah ia menunggu waktu yang ditentukan untuknya. Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya, lalu menyampaikan : “dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi dia berkata : “ orang itu ingat dan menyebutnyebut aku dan dia pun bergembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan. Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi. Mendengar hal itu, orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali sakit dengan kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya, tandatanda kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan dalam untaian syair :
Wahai salma, wahai penenang hati yang sakit. Wahai obat bagi tubuh yang kurus.
Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku, katimbang rahmat Allah yang maha pencipta dan maha mulia.
Maka abdul Haq asy- asyibly berkata kepadanya : “wahai fulan, takutlah engkau kepada Allah !! dia menjawab : semuanya sudah terjadi, akhirnya aku meninggalkannya. Dan tidak sempat aku melewati pintu rumahnya, hingga aku medengar nyaring suara kematiannya. Kita berlindung kepada Allah dari su’ul khatimah.
Keterangan :
( 1 ) Dalam kitab Al-‘Aqibah fi Dzikril Maut Wal Akhirat, hal 178: 181.
Sumber : JANGAN DEKATI ZINA, Oleh Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Penerjemah Tim Darul Haq-Jakarta. Hal. 11-70.
Langganan:
Postingan (Atom)