Jumat, 28 Juni 2013

Respon Syubhat Ahmadiyah Tentang Atsar Aisyah r.a. Dan Hadist Maudhu'

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,,

Setelah sebelumnya Bantahan-bantahan logis yang sudah saya paparkan yakni, Respon Terhadap Syubhat Ahmadiyah Tentang Kenabian Mirza Ghulam Ahmad Dan, Respon Terhadap Syubhat Ahmadiyah Tentang Maksud Hadits "Masjidku adalah Masjid Yang Terakhir" Kali ini Bantahan mengenai Atsar dan Hadist Maudhu' yang sering digunan sebagai Hujjah kesesatan mereka.

Yang pertama saya akan bahas Atsar, Apa itu Atsar?

Atsar merupakan salah satu istilah yang ada dalam ilmu hadits. Secara bahasa Atsar berarti baqiyyat al- syay’ , artinya sisa dari sesuatu. Sedangkan secara istillah ada dua pendapat :

Atsar adalah sinonim dari hadits, yaitu segala sesuatu yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Atsar berbeda dengan hadits, adapun pengertiannya adalah : Perkataan ataupun perbuatan yang disandarkan kepada Sahabat ataupun Tabiin.

Itulah definisi Atsar secara singkat, sekarang lanjut pada pokok permasalahan.

Ahmadiyah, dalam satu kesempatan saya berdiskusi, maka sebagai pengiat keyakinan merea mereka mencantumkan salah satu Atsar, atsar yg di cantumkan adalah sebagi berikut,

“Quu luu Innahu Khatamannabiyyin wala taquu luu La nabiyya Ba’dahu”

Artinya : “Katakanlah bahawa ia (muhammad) khatamannabiyyin, dan janganlah kamu katakan tidak ada nabi sesudahnya” (Durrun Mantsur jilid V hal.204, Takmilah Majmaul Bihar hal.5)

Respon :

Atsar tersebut tidak ada asalnya (laa ashla lahu), Saya sudah memberikan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam akan tetapi di bantah dengan atsar ‘aisyah rhodiallahu’anhu, bagaimana ini? Apakah metodologi tersebut sudah benar?

Atsar yang tidak ada asal-usul (la ashla lahu) yang di lampirkan tersebut merupakan FITNAH yang keji terhadap ummul mu’minin ‘Aisyah rhodiallahu’anhu..!!


Kemudian hadits, apa itu Hadits?

Hadits menurut bahasa berarti baru. Hadits juga secara bahasa – berarti : “sesuatu yang dibicarakan atau dinukil”. Juga : “sesuatu yang sedikit atau banyak”. Bentuk jamak dari hadits adalah ahaadits .

Hadits menurut istilah ahli hadits adalah : “Apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya”.

Sedangkan menurut ahli ushul-fiqh, hadits adalah : “Perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah setelah kenabian”. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian. (Ushulul-Hadits , Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, halaman 27).

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata,”Buku-buku yang di dalamnya berisi tentang khabar Rasulullah, antara lain Tafsir, Sirah, Maghazi (peperangan Nabi), dan Hadits. Buku-buku hadits adalah lebih khusus berisi tentang hal-hal sesudah kenabian, meskipun berita-berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidk disebutkan untuk dijadikan landasan amal dan syari’at. Bahkan ijma’ kaum muslimin menetapkan bahwa yang diwajibkan kepada hamba Allah untuk diimani dan diamalkan adalah apa yang dibawa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam setelah kenabian”. (Fatawaa Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, 18/10-11).

Mengenai hadist maudhu', hadist yang selalu digunakan sebagai hujjah untuk memperkuat keyakinan mereka yang sesat adalah sebagi berikut,

“anaa khootimul anbiyaa’ wa anta yaa ‘aaliy khootimamal awliyaa’” (Wafiyyatu a’ayan libni khalkan jld. I/123),

Respon :

Hadits KHAATAMUL AWLIYA tersebut adalah hadits maudhu’ atau hadits palsu! , Dua pelaku hadits maudhu (pembuat dan orang yang mengedarkannya dengan sengaja) terhukum sebagai pendusta, karena telah berdusta atas nama Nabi, padahal Nabi tidak pernah mengucapkan hadits tersebut !!

Hadits yang diyakini sebagai hadita riwayat Muslim nyatanya tidak ada dalam kitab Shahih Muslim itu sendiri !!, Saya katakan "Jika memang Hadits tersebut Shahih adanya, silahkan munculkan BAB dan PASALNYA dalam kitab Shahih Muslim, Bukan kitab Tafsir lain". Sebab untuk mengetahui shahih tidaknya secara zahir kita harus merujuk pada Kitab yg menjadi referensi kitab yang memuat sesuatu darinya. Dalam hal ini adalah Shahih Muslim. Jadi, silahkan munculkan BAB dan PASALNYA??

Catatan : Dalam setiap kondisi, umat Islam sangat dilarang dan tidak diperbolehkan menggunakan dalil yang dhoif, apalagi palsu dan tidak ada asalnya. Maka,jika hal tersebut dilakukan demi pembenaran argumentasinya, artinya ia telah melanggar dari ketentuan syariat dan keluar jalur keislamannya. Semoga manfaat bagi para pembaca sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar